Selasa, 12 Februari 2013

Cerita Bokep Mama Di Taman

Cerita Nafsu berikut ini berjudul :

Cerita Bokep Mama Di Taman

Mama saya, seperti kebanyakan wanita wanita lain, sangat senang dengan tanaman. Di usia nya yang separuh baya, hampir sebagian waktunya dihabiskan untuk mengurusi bunga-bunganya yang nyaris memenuhi seluruh halaman rumah kami yang luas. Setiap sore mama selalu berada di halaman belakang, terbungkuk - bungkuk merawat bunga-bunga kesayangannya. Jika liburan begini, biasanya sepanjang sore kubahiskan waktu untuk memperhatikan Mama. Terus terang, saya senang sekali mencuri - curi pandang pada gundukan payudaranya yang hampir menyembul dari belahan dasternya, pahanya yang sekali- sekali tersingkap jika Mama menungging, atau memeknya yang membayang dari celana dalamnya yang jelas terlihat sewaktu Mama berjongkok. Sewaktu waktu, dengan tidak sengaja, Mama membungkuk kearah ku yang lagi asyik duduk di gazebo. Kedua belah payudaranya yang tanpa beha hampir seluruhnya keluar dari leher dasternya. Kedua putting payudaranya jelas-jelas terlihat. Mungkin karena gerah, Mama tidak mengancingkan hampir separo kancing dasternya. Aku hanya bisa melongo, batang kontolku langsung ereksi, kalau nggak cepat cepat aku ngacir, mungkin Mama bisa melihat separo batang kontolku yang udah keluar dari pinggang celanaku. Suatu hari, aku benar benar ketiban rezeki. Nggak sengaja Mama memberikan tontonan yang membuatku terangsang berat. Seperti biasa aku sedang duduk duduk di gazebo, bertelanjang dada seperti biasa, aku hanya memakai blue jeans ketat kegemaranku. Sambil mengembalikan kesadaranku, maklum habis tidur siang, aku menemani Mama di halaman belakang. Sambil ngobrol mengenai acara wisudaku, Mama asyik dengan bunga-bunganya. Entah kenapa, mungkin karena keasyikan ngobrol, Mama nggak sengaja jongkok tepat di depan mataku. Walaupun sedikit tertutup dengan tumpukan pupuk, dan ranting ranting daun, aku jelas - jelas melihat gundukan memeknya, mulus tercukur tanpa satu helai rambut. Ya ampun, mungkin Mama lupa memakai celana dalam !!!. Kontan aku jadi terangsang luar biasa. Saking terpananya, aku nggak peduli lagi sama batang kontolku yang udah menerobos keluar, menjulang gagah sampai ke atas pusarku. Aku baru sadar sewaktu Mama terbelalak melihat kontolku. Jelas-jelas saja Mama kaget, saking panjangnya,kontolku kalo lagi ereksi bisa sampe ke ulu hati. Dengan wajah merah karena jengah, aku bangkit dan ngacir ke gudang belakang. Di tengah kegelapan ku buka resluiting jensku dan mulai mengocok kontolku. Tiba tiba pintu terbuka, membelakangai sinar matahari sore - Mama berdiri di pintu, tangan kanannya masih memegang sekop kecil. Mama menatap kontol raksasaku, dan jembutku yang lebat, kemudian menatap wajahku dan badanku yang kekar. Aku hanya bisa melongo, tanpa berusaha menghentikan kocokan ku. “Ya ampun !”, hanya itu yang keluar dari mulut Mama, entah apa yang dia maksudkan. Ku kocok sekali lagi kontolku, membiarkan Mama melihat kedua tanganku yang menggenggam erat pangkal dan ujung kontolku yang mulai memerah. Ku kocok lebih cepat lagi, sementara tangan kananku menarik celana dalamku ke bawah, biar Mama melihat kedua biji kontolku yang bergerak ke sana ke sini seirama kocokanku pada batang kontolku. Terpana oleh pemandangan di depan matanya, atau mungkin karena melihat ukuran kontolku yang super besar, Mama beranjak masuk sambil menutup pintu gudang di belakangnya. Mama mendekatiku sambil mulai melepas satu persatu kancing dasternya dan kemudian melepaskannya, benar ternyata Mama tidak memakai beha. Kedua bulatan tetek-nya benar- benar membuatku terangsang, walaupun sudah turun namun ukurannya hampir sebesar melon. Minimnya cahaya yang masuk ke gudang membuat kedua pentilnya tidak jelas terlihat warnanya. Mungkin coklat kehitaman. Aku hanya bisa berkata lirih , “Oh, Mama, tetek Mama benar- benar hot!!”. Dengan beberapa langkah, aku kedepan menyongsong Mama, sambil tanganku berusaha menggapai salah satu bulatan payudaranya. Sambil berjalan, kontolku tegak menjulang di udara. Aku benar - benar terangsang. Ku peluk pinggang Mama, mulutku terbuka dan lidahku menjulur keluar. Ujung lidahku akhirnya menyentuh pentil susu Mama yang besar dan kecoklatan. Astaga… kontolku serasa akan meledak. Tergesa gesa, Aku mengisap dan meremas teteknya yang lain dengan tanganku. Kontolku yang terjepit diantara perutku dan perut Mama tiba tiba mengeras lalu… cruttttttt cruttttttt crutttttttttt.. semprotan demi semprotan kontolku meledak menyemburkan cairan putih kental membasahi sebagian perut dan tetek Mama. Tanpa perubahan ekspresi, Mama dengan tenang menggenggam batang kontolku dan meremas ujung nya, cairan maniku keluar lagi membasahi telapak tangannya. Di sela sela kenikmatan yang kurasakan aku hanya bisa menatap ke bawah, air maniku membasahi seluruh tangan dan lengan Mama, beberapa semprotan jatuh ke pangkal paha Mama. Masih di tengah keremangan gudang, tanpa banyak kata-kata, Mama meraih tanganku dan menggosok-gosokan ke memeknya. Terasa gatal tanganku sewaktu telapak tanganku bergesekan dengan permukaan memeknya yang dipenuhi bulu-bulu pendek. Seumur hidupku baru kali inilah akud dapat melihat memek Mama dari dekat. Belum ada lima menit, aku keluar lagi, kali ini air maniku menyemprot tepat di permukaan memeknya. Kali ini Mama memandangku sambil tersenyum. Aku jadi salah tingkah. Walaupun sudah dua kali aku keluar, batang kontolku masih keras, bahkan semakin keras saja, agak sakit jadinya. Mama semakin membuatku terangsang dengan belaian-belaian tanganku pada memek dan kedua buah payudaranya. Aku membungkuk ke depan dan mulai mengulum tetek Mama sementara tanganku yang lain meremas remas tetek yang lain. Membelai dan memencet pentilnya yang mengeras. Kedua tangan Mama menggenggam batang kontolku dan aku mendorong ke memeknya Di tengah desisan-nya Mama melenguh ketika ujung kontolku menyentuh memeknya. Di tariknya tanganku ke dalam. Mama kemudian duduk di bibir bak mandi dan kemudian mengangkang-kan pahanya. Ku himpitkan badanku ke tubuh Mama, wajahku ku susupkan dicelah kedua bukit payudaranya. Ku hisap yang satu.. kemudian yang lain. Tangan Mama lagi lagi mencengkram batang penisku dan kemudian mendorongnya masuk ke dalam memeknya. Kurasakan hangat dan basah, dan kemudian kudorong dengan pinggulku, hampir setengahnya, kemudian kurasakan sudah tidak bisa masuk lagi. “Sshh…egh..!” Mama mendesis. Aku mulai memompa kontolku keluar dan masuk, mulutku tetap mengulum kedua teteknya bergantian. Semakin lama semakin cepat aku memompa, dan kemudian terasa aku akan keluar lagi. Mama mulai ikut memompa, menyambut tusukkan-ku. Menggelinjang dan mengerang. Tidak berapa lama kemudian Mama mengerang agak keras, dan aku bisa merasakan badannya tergetar sewaktu ia berteriak tertahan. Batang Kontolku kemudian menjadi semakin basah saat cairan hangat dan kental keluar dari memeknya. Aku masih terus bertahan memompa, dan kemudian, sewaktu aku merasa akan keluar, kudekap pantat Mama erat-erat dan ku benamkan batang kontolku sedalam dalamnya. Kontolku kemudian meledak, semprotan demi semprotan air mani keluar, jauh didalam memek Mama. Separuh orgasme, kutarik keluar dan kukocok, air mani keluar lagi membasahi tetek Mama. Kugosok - gosokkan ujung penisku di kedua pentil nya yang membesar. Kemudian kutekan kedua bulatan payudara Mama dan menyusupkan batang kontolku di celah antara keduanya. Kugosok gosok kan terus sampai air maniku berhenti keluar. Mama tersenyum, dagu, leher dan dada Mama penuh dengan air maniku. Entah berapa banyak air mani yang kusemprotkan waktu itu. Pada semprotan yang terakhir, aku melenguh keras. Takut jika ada yang mendengar..Mama mendekap kepalaku di dadanya. Setelah itu kukenakan blue jeansku, sambil tersenyum malu aku keluar dari gudang itu. Sewaktu menutup pintu kulihat Mama mengguyur tubuhnya dan mulai menyabuni pangkal pahanya. Sungguh sexy dan aku terangsang lagi. “Mandi berdua dengan Mama ? Wow !” pikirku. Aku masuk lagi ke dalam. Mama melihatku mengunci pintu dan tersenyum kearahku penuh arti.

Cerita Plus Malam Yang Terasa Panjang

Cerita Mesum berikut ini admin kasih judul :

Cerita Plus Malam Yang Terasa Panjang 

Kisah ini terjadi kira-kira 2 tahun yang lalu. Saat itu aku masih kuliah. Aku sedang sendirian di rumah, karena orang tuaku sedang pergi ke luar kota menghadiri sebuah acara. Sebenarnya, aku sudah sering ditinggal sendirian di rumah. Tetapi entah mengapa, malam itu aku merasa sangat kesepian. Setelah ragu-ragu sejenak, akhirnya aku memutuskan untuk menelpon pacarku, Fredi, dan memintanya untuk menemaniku. Dia pun menyetujuinya bahkan berencana untuk menginap. Satu jam kemudian, dia datang. Kami mengobrol sejenak. Karena malam itu adalah malam minggu, maka kami berencana untuk pergi nonton. Satu hal yang tidak mungkin kulakukan saat orang tuaku ada di rumah. Pukul 21:00 kami keluar, namun kami tidak langsung menuju gedung bioskop, melainkan mencari makan dulu. Setelah itu, kami memesan tiket. Bioskop yang kami kunjungi ini dekat dengan rumahku, dan tidak terlalu ramai walau malam minggu sekalipun. Jadi kami dapat bebas memilih tempat duduk. Seperti biasa, kami memilih tempat duduk favorit kami. Barisan tengah, dekat tembok. Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya film pun dimulai. Pada mulanya, kami hanya saling berpegangan tangan dan sesekali tangannya membelai wajahku. Ketika film sudah setengah jalan, ada adegan dimana pemainnya melakukan hubungan badan (yang kemudian disensor). Aku meliriknya, dia terlihat acuh tak acuh, namun tiba-tiba kurasakan tangannya mulai bergerak ke arah rokku. Saat itu aku memakai rok selutut, sehingga tangannya dengan mudah berhasil menyelinap ke baliknya dan membelai pahaku. Darahku mulai berdesir. Tanganku pun mulai bergerak membelai daerah selangkangannya. Kami melakukan hal itu selama beberapa saat, hingga akhirnya aku berkata, “Mas, jangan di sini.” Dia mengamati wajahku. Kemudian menghentikan aktivitasnya. Film telah selesai, dan kami telah berada di rumah. Setelah mengunci semua pintu dan mematikan lampu, aku pun naik ke lantai 2 menuju kamarku. Kulihat Fredi sedang di kamar mandi. Aku mengganti bajuku dengan baju tidur yang berbentuk daster, dan bergantian dengan Fredi masuk ke kamar mandi untuk menggosok gigi. Ketika aku kembali ke kamar, Fredi sedang tidur di tempat tidurku hanya memakai celana pendek, entah dia sudah benar-benar tidur atau belum. Ketika sedang menyisir rambutku, kurasakan sebuah tangan memeluk pinggangku dari belakang. Ternyata Fredi. Dia sudah berdiri di belakangku sambil menciumi rambutku. “Rambutmu wangi Dik, baru keramas ya..?” katanya lembut dekat dengan kupingku. Aku pun mengangguk. Dia menyibakkan rambutku dan menciumi tengkukku. Tengkukku merupakan daerah sensitifku, dan perlakuannya itu membuatku terangsang. Kubalikkan badanku menghadapnya, dan langsung menyambut bibirnya. Kami berciuman dengan penuh nafsu dan tangannya mulai masuk ke balik dasterku, meremas pantatku. Tanganku mulai menelusuri punggungnya ke arah bawah, hingga aku bisa meraih celananya dan langsung kulepaskan berikut celana dalamnya. Kuremas batang kemaluannya yang sudah mengeras. Dia melepas bibirnya dari bibirku dan mulai melepas pakaianku, mulai dari daster sampai BH-ku dengan cepat dilepaskannya, hingga tinggal celana dalam saja yang melekat di tubuhku. Lalu dia membopong dan membaringkan tubuhku di atas tempat tidur. Setelah memposisikan tubuhnya di atas tubuhku, kami mulai berciuman lagi. Namun kali ini, ciumannya tidak hanya pada satu tempat. Lidahnya menelusuri seluruh bagian tubuhku, wajah, leher, dada, perut. Setelah menjilati perutku, dia menuju ke arah payudaraku. Dijilatinya daerah sekitar puting susuku, sementara tangannya meremas-remas payudaraku yang lain. Lidahnya mulai mempermainkan puting susuku, lalu kadang-kadang dia menggigit atau menghisapnya dalam-dalam. Aku mendesah keenakan sambil meremas rambutnya yang lebat. Setelah puas dengan yang di sebelah kiri, dia pun pindah melahap payudaraku yang sebelah kanan. Setelah itu lidahnya menelusuri perutku lagi, namun begitu sampai di celana dalamku, dia langsung menggigitnya dan menariknya hingga lepas. Dilebarkannya kedua kakiku dan dengan gerakan yang pasti dia membenamkan kepalanya di antara kedua kakiku itu. Pertama, dia menjilati klitorisku, membuatku menggelinjang menahan rasa geli. Kemudian lidahnya digerakkan menuju bibir kemaluanku yang sudah sangat basah. Lidahnya dengan pasti menyusup ke dalam lubang senggamaku, sementara tangannya terus meremas kedua payudaraku. Desahan-desahan terus keluar dari mulutku, “Oh.. ah.. enak sekali Mas.. ooh..!” Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang akan keluar, “Maas, aku mau keluar..!” Mendengar teriakanku ini, dia semakin bernafsu mempermainkan liang senggamaku dengan lidahnya. Lalu aku merasa tubuhku menegang diiringi rasa nikmat yang luar biasa, dan tanpa sadar kepalanya yang berada di antara pahaku kujepit. Dia menunggu orgasmeku lewat, dan setelah aku tenang dia berbisik di telingaku, “Gimana rasanya..?” “Enak sekali Mas..,” aku menjawab sambil tersenyum. “Aku juga ingin merasakannya..,” dia berkata membalas senyumanku. Posisi kami sudah berbalik. Sekarang dia sudah berbaring di bawahku. Aku mulai dengan menciumi bibirnya, wajahnya, lalu turun ke leher, dada dan perut. Kuraba batang kejantanannya yang masih mengeras dan dengan perlahan kuarahkan ke mulutku. Kujilati perlahan batang kemaluan itu, dan setelah seluruh permukaannya basah, aku pun memasukkannya ke dalam mulutku. Bagiku, ukuran batang kemaluannya termasuk besar, sehingga aku harus membuka mulutku lebar-lebar agar seluruhnya bisa masuk. Kukocok batang kemaluannya dengan mulutku, dan sesekali kuhisap. Aku mendengar lenguhannya setiap kali batangnya kuhisap, “Wow.. ooh.. oohh..” Mendengar lenguhannya itu, aku semakin bernafsu. Kupercepat kocokanku dan lebih sering lagi kuhisap. Tidak berapa lama, dia mengalami ejakulasi. Kurasakan air maninya di mulutku, yang kemudian langsung kutelan semuanya. Kuperhatikan wajahnya, dia nampak seperti kesakitan, namun setelah selesai, dia menarik nafas. Dia berkata, “Terima kasih, sungguh nikmat sekali.” Aku membalas dengan mencium lembut bibirnya, lalu berbaring di sebelahnya. Kami berdiam diri sejenak. Namun tidak berapa lama, tangan kami mulai meraba-raba lagi. Dia meraba bibir kemaluanku, sedangkan aku meraba batang kejantanannya. Bibir kami saling berpagutan, hingga kurasakan batang kejantanannya kembali menegang dan liang senggamaku mulai basah. Kemudian dia berguling ke atasku, kali ini batang kejantanannya digesek-gesekkan ke bibir kemaluanku. Bibir kami masih tetap berpagutan. Tangannya mulai membimbing batang kemaluannya menuju ke lubang senggamaku. Aku mulai merasa batang kejantanannya perlahan-lahan masuk. Perlu diketahui, bahwa walaupun kami sudah sering berhubungan atau bercinta dan bercumbu, namun saya masih perawan. Hal ini memang belum pernah terjadi sebelumnya, karena memang keadaan diantara kami yang tidak memungkinkan kami untuk bertindak ke hal yang lebih. Tetapi apa yang kami lakukan saat ini benar-benar merupakan kesempatan buat kami merasakan sensasi hubungan seks yang sebenarnya, selayaknya seorang suami yang mencumbu istri tersayangnya. Dia memandang wajahku, dan ketika melihatku tersenyum, dia mulai menggerakkan batang kejantanannya keluar masuk, walaupun baru bagian kepalanya saja yang sudah masuk ke dalam liang keperawananku. Rasanya enak tetapi sekaligus juga geli. Kulihat dia pun menikmatinya. Tiba-tiba dia berhenti dan bertanya, “Apa kamu mau melakukannya..?” Aku memandangnya, aku berpikir bahwa aku sudah berpacaran dengannya lebih dari 4 tahun dan aku memang menginginkannya. Aku pun menjawab mantap, “Ya Mas, ayo lakukan..!” Perlahan dia mulai mendorong batang kemlauannya masuk, namun tiap kali aku meringis kesakitan, dia berhenti, lalu mulai lagi hingga akhirnya batang kejantanannya benar-benar terbenam di dalam liang keperawananku. Aku merasa kemaluanku begitu penuh hingga aku tidak dapat merasakan gerakan ototnya lagi. Namun dia justru berkata, “Aaah, enak sekali pijatanmu Dik..!” sambil menikmati penetrasinya yang sukses dia lakukan. Saya yang saat itu dilingkupi perasaan sakit karena baru pertama kalinya ditembus oleh batang kejantanan lelaki. Tetapi perasaan itu tidak lama kurasakan, karena sebentar kemudian kurasakan kenikmatan setelah melihat wajahnya yang begitu kusuka. Setelah diam sesaat, dia mulai menggenjot batang kejantanannya keluar masuk liangku yang saat itu sudah tidak lagi perawan. Tiba-tiba dia menarik badanku ke pinggir tempat tidur hingga dia sekarang dalam posisi berdiri. Dia kembali menggenjot, dan dia membasahi jarinya dengan ludah lalu mengusapkannya ke klitorisku. Aku menggelinjang hebat. Rasanya nikmat sekali. Aku mulai meremas-remas payudaraku, namun kemudian dia menepis tanganku dan dengan penuh nafsu melahap payudaraku. Aku merasakan sensasi yang sangat hebat. Batang kejantanannya ada di dalam liang senggamaku, tangannya mengusap-usap klitorisku dan mulutnya menghisap payudaraku. “Ooohh.. enak Sayang.., ooh.. sungguh nikmat..!” erangku. “Aku juga Sayang.., kita keluarkan bersamaan yah..?” katanya ditengah-tengah permainan seks yang kami lakukan. Setelah melakukannya dengan posisi yang sama selama kurang lebih 10 menit, kami pun mencapai orgasme secara bersamaan. Dan kemudian tergeletak lemas karena kelelahan. Saat itu sudah pagi, namun kami tidur dengan lelap hingga hari menjelang sore. Tamat

Cerita Plus : Ketika Istriku Sedang Tidur

Cerita Mesum berikut ini admin kasih judul :

Cerita Plus : Ketika Istriku Sedang Tidur 

Sebuah insiden baru terjadi beberapa malam yang lalu. Insiden yang tidak disengaja yang membangunkan sesuatu yang tanpa kusadari telah ada di dalam diriku. Kamis malam kemarin temanku yang bernama Lilo mampir untuk mengobrol, minum dan nonton TV di rumahku. Lilo bekerja di kantor yang sama denganku. Hari Jumat keesokannya adalah hari libur untuk kantor kami jadi kami mendaptkan 3 hari libur di akhir minggu tersebut. Karena itulah kami tidak terburu-buru menghabiskan malam itu. Berbeda dengan istriku, Sandra; ia harus bekerja esok harinya. Dan karena termasuk orang yang tidak suka tidur larut malam, ia pergi tidur sekitar pukul 10:30. Sandra adalah salah satu orang yang paling lelap saat tertidur. Beberapa kali aku pernah mencoba mengguncang-guncangkan bahunya untuk membangunkannya, namun selalu gagal. Ia terus tertidur. Setelah Sandra pergi tidur, Lilo dan aku duduk di ruang tamu dan menonton DVD porno yang sengaja kami beli. Lagipula Sandra juga tidak pernah suka menonton film-film seperti itu. Setelah beberapa adegan, Lilo berkata, “Wah, pasti enak yah kalo punya cewe untuk diajak ngeseks! Udah lama banget nih, gue kagak begituan!” Aku sedikit kaget mendengar komentarnya. Lilo bukanlah pria yang buruk rupa. Dengan tinggi 175 cm dan berat sekitar 70 kg, aku malah menduga ia mempunyai banyak teman wanita. “Emangnya elu lagi ga jalan sama siapa-siapa, Lo?” tanyaku. “Kagak. Sejak Bunga putus sama gue 2 taon yang lalu, gue agak-agak malu untuk ajak cewe jalan,” jawabnya. Kami mengobrol tentang Bunga yang ternyata tidak serius dengan Lilo. Setelah beberapa botol bir dan beberapa adegan dari film porno yang kami tonton, Lilo bangkit berdiri untuk pergi kencing.

Aku tetap duduk sambil menonton film itu untuk beberapa saat dan akhirnya baru menyadari bahwa Lilo belum kembali setelah cukup lama pergi kencing. Aku berdiri dan menghampirinya untuk memeriksa apakah ia baik-baik saja. Saat aku berada pada jarak yang cukup dekat dengan WC, aku melihat pintu itu terbuka. Aku masuk ke WC dan mendapati Lilo berdiri di pintu yang menghubungkan WC dengan kamar tidurku. Ia terlompat melihat aku masuk.

“Wah, sorry banget nih,” katanya. “Waktu gue masuk, pintu ini memang udah terbuka. Dan waktu gue mau keluar, gue liat dia terbaring seperti itu.” Aku berjalan mendekati tempat Lilo berdiri dan melihat ke arah kamar tidurku. Sandra terbaring menyamping sehingga punggungnya menghadap ke arah kami dengan kaki yang sedikit tertekuk. Sandra tidur dengan mengenakan daster panjang namun bagian bawahnya tersingkap sampai ke pinggul sehingga menampakkan bulatan pantat yang halus, mulus dan terlihat tidak mengenakan celana dalam. Pundaknya sedikit tertarik ke belakang sehingga memperlihatkan kami sisi bukit dadanya dan tonjolan puting susunya dari balik daster yang sedikit tembus pandang. Ia terlihat sangat seksi terbaring seperti itu dengan remang-remang cahaya dari WC. Bibirnya sedikit terbuka dan rambutnya yang panjang terhampar di atas bantal. Boleh dibilang posisi Sandra saat itu seperti sedang berpose untuk pemotretan majalah dewasa.

“Gila! Cakep banget!” kata Lilo sambil menahan nafas. “Gue mau disuruh apa aja untuk mendapatkan cewe seperti dia, Kris.” Pada awalnya aku sedikit kesal mendengar perkataan Lilo. Namun pada saat yang bersamaan, melihat Lilo memandang istriku seperti itu tanpa sepengetahuan Sandra justru membuat diriku terangsang. “Aduh, sorry nih, Kris. Gue rasa udah waktunya buat gue untuk pulang,” kata Lilo berbalik badan untuk keluar. “Eh, tunggu, Lo,” kataku. “Ayo masuk ke sini sebentar aja. Tapi jalannya pelan-pelan, oke?” “Ha?! Elu mau gue masuk ke kamar elu?” “Kalo cuma lihat doang mah ga ada yang dirugikan, kan? Tapi kita engga boleh buat dia terbangun, oke?”

Bahkan aku sendiri tidak percaya apa yang baru saja aku katakan. Aku mengijinkan pria lain masuk ke kamar tidurku sehingga ia dapat melihat istriku yang dalam keadaan ‘setengah’ telanjang. Aku pun masih tidak yakin apa dan sejauh apa yang akan aku lakukan berikutnya.
Saat kami berjingkat memasuki kamarku, aku mendorong Lilo untuk mendekat ke samping ranjang. Bahkan Lilo sendiri terlihat tidak yakin. Pandangannya berpindah-pindah antara aku dan Sandra. Semakin mendekat ke ranjang, pandangannya lebih terarah ke Sandra. Sandra berbaring di pinggir ranjang di sisi tempat kami berdiri dan semakin kami mendekat, kedua bukit payudaranya semakin jelas terlihat.
Puting susunya dapat terlihat dari balik dasternya yang tipis. Walau bagian bawah dasternya sudah tersingkap namun kami masih belum dapat melihat bibir vaginanya karena tertutup oleh kakinya.

Aku hanya berdiri di sana dengan cengiran lebar memandangi Lilo dan istriku bergantian. Dengan mulut ternganga, Lilo juga hanya memandangi istriku dengan takjub dan kagum. “Gila, Kris. Seksi banget sih! Gue ga percaya elu kasih gue liat bini elu dalam kondisi begini!”
Dengan hati-hati aku meraih tali daster Sandra dan menariknya turun melewati pundaknya turun ke lengan sehingga bagian atas dasternya tersingkap dan memperlihatkan lebih banyak lagi bagian payudaranya. Gerakanku terhenti saat kain bagian atas daster itu tertahan oleh puting Sandra.”Mau lihat lebih banyak?” aku berbisik.

“I-iyah!” Lilo berbisik balik. Dengan sangat lembut aku mencoba untuk menurunkan tali daster itu lagi namun puting susunya tetap menahan kain itu sehingga tidak dapat terbuka lebih jauh. Aku menyelipkan jari-jariku ke bawah daster tersebut lalu dengan hati-hati mengangkatnya sedikit melewati puting Sandra. Lilo menahan nafasnya tanpa bersuara. Sekarang payudara kirinya sudah terbuka. Putingnya yang sangat halus dan berwarna merah muda itu berdiri tegang karena mendapat rangsangan dari gesekan kain dasternya tadi. Lalu aku meraih ke tali dasternya yang lain dan meloloskannya dari pundak kanan Sandra. Dengan lembut aku menarik kain daster itu melewati puting sebelah kanannya. Kini kami dapat melihat kedua payudara Sandra tanpa ditutupi benang sehelaipun. Aku membiarkan kedua tali dasternya menggelantung di lengan dekat sikunya karena aku tidak mau mengambil resiko kalau-kalau istriku terbangun. Lilo masih berdiri di sampingku dan dengan mulut yang masih ternganga ia menatapi payudara dan pantat Sandra yang kencang. Sesekali Lilo mengusap-usap tonjolan di selakangannya walau ia berusaha agar aku tidak melihatnya. Penisku sendiri sudah membesar dan berusaha memberontak keluar dari jahitan celana jeans yang kupakai. Aku terangsang bukan hanya karena melihat tubuh istriku namun juga karena apa yang sedang kuperbuat. “Jadi, bagaimana menurut elu?” aku berbisik lagi. “Gila, man! Gue ga percaya semua ini! Dia cantik banget! Gue sih cuma berharap…,” jawabnya sambil mengusap tonjolan penisnya sendiri. Aku berpikir sejenak, “Kalau sampai ia terbangun…, tapi lagipula aku memang akan mencobanya.”

Aku menarik Lilo semakin mendekat ke ranjang lalu aku menunjuk ke payudara istriku. “Ayo, pegang susunya. Tapi harus dengan lembut, oke? Gue nggak mau ambil resiko nih.” Mata Lilo terbuka lebar sekali lalu mendekatkan dirinya ke tepi ranjang. Ia membungkuk sedikit dan menjulurkan tangan kirinya untuk meraih bulatan payudara istriku. Tangannya sedikit bergetar dan tangan kanannya ditekankan di selangkangannya seakan digunakannya sebagai penopang. Tapi aku tahu apa yang sebenarnya ia kerjakan. Jari-jari itu dijulurkan makin lama semakin mendekat sampai akhirnya ujung jarinya menyentuh kulit payudara Sandra tepat di bawah areola. Dengan hati-hati Lilo meletakkan ibu jarinya di bagian bawah payudara Sandra sebelum akhirnya ia geser perlahan-lahan naik ke puting susu tersebut. Sandra tidak bergerak. Saat ibu jarinya mencapai bagian areola, Lilo menggerakkan telunjuknya melingkari puting Sandra dengan lembut.

Aku kenal Sandra sejak jaman masih bersekolah. Kami berpacaran sejak saat itu dan akhirnya kami menikah. Dan dalam sepengetahuanku, tidak pernah ada pria lain yang pernah melihat tubuh Sandra sampai sejauh ini apalagi menyentuhnya. Lalu Lilo mulai meraba payudara itu dengan sangat lembut dari yang satu berpindah ke payudara yang lain. Sandra masih tak bergerak dalam tidurnya walaupun sepertinya terlihat nafas Sandra menjadi lebih cepat. Lilo mulai menjadi lebih berani dan dengan menambahkan sedikit tenaga, ia meremas kedua buah dada Sandra. Lilo sudah tidak menutup-nutupi usahanya untuk mengusap-usap penisnya dan kelihatannya ia berniat untuk menyemprotkan spermanya dari balik celananya. Aku masih belum puas untuk membiarkan semua ini berakhir saat itu, jadi aku menyuruhnya mundur sejenak sementara aku melepaskan tali-tali daster itu dari lengan Sandra. Aku menarik turun daster itu sejauh yang aku bisa tanpa harus menarik secara paksa kain daster. Aku berhasil membuka tubuh bagian atasnya sampai pada bagian bawah tulang rusuknya sebelah kiri. Lalu aku bergerak ke bagian pinggulnya. Dengan hati-hati aku menarik kain yang menutupi bagian bawah pantatnya lalu melepaskan kain itu dari kakinya yang menekuk. Hal ini memperlihatkan seluruh pantatnya dan sebagian dari bibir vaginanya. Lilo masih belum dapat melihatnya dari tempat ia berdiri saat ini. Aku mendengar ia sedang melakukan sesuatu di belakangku. Dan begitu berbalik badan, aku mendapatinya sedang memelorotkan celana jeansnya sebatas testisnya sehingga ia dapat leluasa mengocok penisnya. Aku kembali berbalik ke Sandra lalu meluruskan kaki kirinya. Hal ini membuat bulu-bulu halus kemaluannya dapat terlihat bahkan sampai hampir ke bibir vaginanya. Saat melihat aku melakukan hal ini, Lilo melongokkan badannya melewati badanku untuk melihat tubuh Sandra lebih jelas sementara ia bermasturbasi. Aku menarik kaki kiri Sandra dengan lembut sehingga membuat tubuhnya berbaring terlentang menghadap ke atas dan memperlihatkan seluruh tubuhnya secara frontal.

“Wahhhh, gila, man!” Lilo berbisik dan mulai mengocok penisnya lebih cepat.

“Jangan cepet-cepet, brur,” aku memperingatkan dia. “Elu mau pegang memeknya sebelum elu klimaks, kan?” Langsung Lilo berhenti mengocok dan menatapku dengan pandangan seperti anak kecil yang dihadiahi sepeda baru. “Mantap, man! Elu kasih gue…, ahhh, mantap, man!” Ia mengganti tangan kanan dengan tangan kirinya untuk memegang penisnya, tapi tidak mengocoknya. Lalu dengan tangan kanannya, yang sedari tadi digunakan untuk mengocok penisnya, ia menyentuh bulu-bulu kemaluan Sandra dengan perlahan. Lilo mulai membelai Sandra melalui bulu-bulu itu dengan jemarinya. Namun tidak sampai ke bibir vaginanya. Sandra masih terlelap namun nafasnya semakin bertambah cepat setelah Lilo mengusap-usap kemaluannya. Setelah itu dengan menggunakan jari tengah dan telunjuknya, Lilo mengusap turun ke sepanjang bibir vagina Sandra lalu mengusap naik lagi sambil menaruh jari tengahnya di antara bibir kemaluan tersebut. Begitu ia menarik tangannya ke atas, jari tengahnya membuka bibir vagina itu dan wangi harum vagina Sandra mulai memenuhi kamar.”Gilaaaaa, man!” desah Lilo sambil menarik ke atas jari-jarinya yang sudah masuk sedikit ke dalam liang kewanitaan istriku.Saat jari Lilo menyentuh klitorisnya, tubuh Sandra seakan tersentak sedikit lalu ia mendesah dengan suara yang nyaris tak terdengar. Melihat hal ini Lilo segera menarik tangannya.

Aku melihat bahwa istriku masih terlelap namun aku tidak yakin apakah perbuatan ini dapat membangunkannya atau tidak. Lilo menatap aku dan aku menganggukkan kepalaku memberi isyarat bahwa ia dapat melanjutkan. Lalu dengan menggunakan tangan kirinya, Lilo mengocok penisnya sampai cairan pelumas keluar dari ujung penisnya. Lilo menyapu cairan yang keluar cukup banyak membasahi kepala penisnya kemudian dengan tangan yang sama ia mulai mengusap-usap bibir kemaluan Sandra. Kadang ia membuka bibir vagina tersebut dengan jari tengahnya. Sesekali pinggul Sandra bergerak maju dan mundur sedikit dan ditambah dengan desahan lembut yang keluar dari mulutnya. Lilo sudah mengocok penisnya lagi. Lalu tiba-tiba sebuah ide timbul dalam otakku.
Dengan hati-hati aku menarik kaki kiri Sandra keluar dari ranjang sampai vaginanya berada tak jauh dari ujung ranjang namun masih cukup jauh bagi Lilo untuk menyetubuhi istriku. Penis Lilo tidak sepanjang itu dan lagipula aku tidak yakin apakah persetubuhan dapat membangunkannya. Dan juga aku tidak yakin apakah aku ingin Lilo menyetubuhi istriku karena hal ini masih baru buatku.
“Lo, ke sini deh,” aku berbisik sambil menarik lengannya. “Berdiri di antara pahanya. Dari sini elu bisa lebih leluasa mengusap-usap memeknya sambil ngocok. Tapi jangan ngentotin dia, ya? Elu denger, engga?” Lilo mengangguk dan segera pindah ke antara kedua paha Sandra. Lilo mengusap-usap vagina Sandra dengan jari-jari tangan kirinya dan mengocok penisnya dengan tangan kanan. Penis Lilo hampir sejajar tingginya dengan vagina Sandra dan berjarak sekitar 10 cm sementara ia mengocok penisnya dengan penuh nafsu. Lalu Lilo menggunakan ibu jarinya untuk mengusap-usap vagina Sandra sehingga ia dapat lebih mendekat lagi sampai pada akhirnya jarak antara penis dan vagina Sandra kurang dari 1½ cm.

Pinggul Sandra masih sedikit bergoyang-goyang sesekali dan pada satu saat, pinggul Santi bergerak ke bawah dan kepala penis Lilo bersentuhan dengan bibir vagina Sandra. Penis Lilo menggesek sepanjang bibir kemaluan istriku. Hal ini membuat Lilo meledak dan berejakulasi. Spermanya muncrat ke mana-mana dan sebagian besar tersemprot ke bibir vagina Sandra. Pada setiap semprotan, Lilo melenguh dan beberapa kali dengan ‘tanpa disengaja” ia menorehkan kepala penisnya ke bagian atas dari bibir vagina istriku. Lilo pasti sudah lama tidak berejakulasi karena sperma yang dikeluarkannya begitu banyak. Saat selesai klimaks, Lilo mengurut penisnya untuk mengeluarkan lelehan sperma yang masih tersisa di saluran penisnya. Ia membiarkan lelehan itu jatuh ke bibir vagina Sandra yang sedikit terbuka. Dan saat mengalir ke bawah di sepanjang bibir vagina tersebut, terlihat lelehan itu masuk lalu menghilang begitu saja seperti tertelan bumi.

Lilo memandangku dan berbisik, “Gilaaaa, man! Gue ga tau cara berterima kasih sama elu, Kris!”
Aku tersenyum kepadanya dan memapahnya mundur secara ia telah selesai dengan urusannya.Sekarang saatnya giliranku. Aku berdiri di antara kakinya lalu melepaskan celanaku dan mulai mengocok penisku. “Lilo, elu keluar sebentar deh. Gue mau coba tarik badannya lebih ke pinggir supaya gue bisa ngentotin dia,” aku berbisik dengan lebih kencang. Lilo menurut dan berjalan menuju pintu kamar kalau-kalau istriku terbangun. Aku menarik tubuhnya sampai pantat sebelah kirinya menggantung di pinggir ranjang. Selama itu Sandra tidak bangun sama sekali namun nafasnya masih berat dan dari vaginanya keluar cairan pelumas dari tubuhnya bercampur dengan sperma Lilo. Lalu aku menyuruh Lilo masuk ke kamar lagi untuk membantuku dengan menyangga kaki dan pantat kiri Sandra sehingga tanganku dapat kugunakan dengan bebas. Lilo meraih kaki kiri Sandra dengan tangan kirinya lalu dengan tangan kanannya ia menopang pantat Sandra. Aku melihat ia meremas pantat istriku saat ia mencoba menopangnya. Dan aku mulai menggesek-gesekkan penisku naik dan turun ke bibir vaginanya yang sudah basah. Vaginanya sangat amat basah. Cairan vagina Sandra yang bercampur dengan sperma Lilo, membuat liang kewanitaan Sandra menjadi sangaaaat licin. Bahkan aku sudah hampir klimaks jadi aku dengan perlahan memasukkan batang penisku ke dalam liang kemaluan Sandra yang panas.

Walau sudah sangat basah namun liang vagina Sandra masih sangat sempit secara Lilo tidak sempat melakukan penetrasi. Akan tetapi penisku dapat menembus dengan mudah. Segera aku memompa vagina Sandra dan setelah sekitar 10 pompaan maju mundur, Sandra mengalami orgasme dalam tidurnya!!! Hal ini sudah cukup membuatku melambung mencapai klimaks. Aku mulai menyemprotkan cairanku masuk ke dalam vaginanya dan tiap muncratan seakan tersembur langsung dari buah zakarku. Sandra mengerang-erang dalam tiap desahannya dan begitu pula aku.

Lilo berkata, “Gilaaaa, man!” namun kali ini ia tidak berbisik. Hal ini tidak jadi masalah karena Sandra tak bangun sedikitpun selama kami menggarap tubuhnya. Ketika aku menarik penisku, Lilo menaruh pantat dan kaki Sandra kembali ke ranjang. Lalu ia menunduk menjilati dan mengecup puting susu Sandra dan menyedotnya saat ia kembali menegakkan badannya. Aku sudah terlalu lemas untuk berkomentar dan akhirnya aku hanya menarik tangannya untuk keluar kamar. Saat aku berjalan mengantarnya ke luar rumah, Lilo tak habis-habisnya berterima kasih kepadaku. Aku melambaikan tangan lalu mengunci pintu. Aku masuk ke kamar, berbaring di atas ranjang di samping Sandra dan langsung terlelap begitu saja.

Keesokan harinya, Sandra membangunkanku dengan mencium telingaku. “Elu ga bakalan percaya apa yang gue mimpiin kemarin malam!” katanya membuka pembicaraan. “Gue bermimpi ada banyak tangan yang meraba-raba badan gue. Ngomong-ngomong, kemarin malam kita ngapa-ngapain ga, yah?” Aku teringat kalau aku tidak sempat membersihkan sperma yang tercecer di tubuhnya dan di ranjang sebelum pergi tidur kemarin. “Eeehhh…, iya lah. Memangnya elu engga ingat apa-apa?”
“Yaah…, gue ga tau yah. Semuanya kaya dalam mimpi gitu. Mungkin gue setengah tidur kali. Tapi yang pasti asyik deh. Bagaimana? Apa elu berniat untuk melakukannya sekali lagi sekarang selagi gue ga ketiduran?” Pikiranku melayang ke kejadian kemarin malam…, “Hmmmm, bagaimana yah? Menurut elu bagaimana?” aku tersenyum.

Pada minggu berikutnya di kantor aku terus memikirkan malam itu dimana Lilo hampir menyetubuhi istriku, Sandra. Aku dan Lilo tidak pernah menyinggung hal itu walau beberapa kali kami saling melepas senyum. Lilo melemparkan senyum penuh rasa terima kasih kepadaku.
Harus kuakui, aku sudah menjadi terobsesi dengan ide melihat istriku disetubuhi pria lain. Namun masih ada perasasan yang mengganjal. Melihat Lilo bermasturbasi di depan Sandra malam itu benar-benar tidak menjadi masalah bagiku. Tetapi dapatkah aku menerima melihat pria lain benar-benar berhubungan seks dengan istriku? Menjelang akhir minggu aku dapat melihat pandangan penuh harap dari wajah Lilo. Aku tahu apa yang ia pikirkan: “Apakah Kris bakal ngundang gue datang ke rumahnya lagi?”, “Apakah gue bisa dapat kesempatan dengan istrinya?”

Hari Jumat akhirnya tiba dan sebelum jam pulang kantor aku mengajak Lilo untuk berkunjung lagi ke rumahku. Kegembiraan yang besar meluap dari diri Lilo.

“Yeahhhhh! MANTAP!!! Gue bakal bawa bir dan beberapa film untuk kita tonton!” katanya dengan penuh semangat. “Oke. Datang jam 9-an deh,” jawabku. Aku tahu pada saat itu Sandra pasti sudah mulai mengantuk dan keberadaan Lilo akan mendorongnya untuk pergi tidur lebih cepat secara ia tidak begitu suka bergaul dengan Lilo. Aku merasa geli sesaat membayangkan hal itu. Jika saja Sandra tahu apa maksud kedatangan Lilo, ia pasti tidak akan tidur sepanjang malam, setidaknya sampai Lilo pulang.

Lalu aku melakukan sesuatu yang mengangetkan diriku sendiri. “Hey, Jo! Apa yang elu kerjakan malam ini?” aku bertanya. Josua adalah pribumi berkulit gelap. Tinggi badannya mencapai 190 cm dengan berat badan bisa mencapai 90 kg. Josua bukan seorang yang gemuk namun ia memiliki tubuh yang besar dan kekar. “Ah, ga banyak. Kenapa? Elu ada acara apa?” ia balik bertanya. “Sekitar jam 9 malam nanti Lilo bakal datang ke rumah gue untuk main-main. Minum, ngobrol, apa aja deh. Kalo engga salah denger dia bilang dia bakal bawa film-film BF. Gimana, berminat?” “Boleh, tapi mungkin gue bakal telat. Gue musti kerjain sesuatu untuk bokap, tapi ga lama deh,” jawabnya. “Engga masalah. Oke sampai ketemu nanti,” aku berkata sambil berpikir mungkin memang ada baiknya Josua datang setelah Sandra tertidur.

Aku menoleh dan melihat wajah Lilo yang terkejut, namun terkejut dalam nuansa yang menggembirakan. Aku tersenyum dan sambil mengedipkan mataku aku berjalan melewatinya, “Sampai nanti, Lo!” Malam itu saat makan malam, aku terus memikirkan rencana malam nanti. Aku membeli sebotol anggur dan meminumnya bersama Sandra dengan harapan ia dapat tertidur pulas malam itu. Seperti yang aku harapkan, tidak memerlukan waktu yang lama sampai Sandra mulai cekikikan karena pengaruh anggur yang ia minum. Suatu keuntungan yang tidak terduga anggur tersebut juga memberikan efek yang menstimulasi tubuhnya.

Dari bawah meja, Sandra mulai menggesek-gesekkan kakinya yang terbalut stoking ke pahaku. Kemudian setelah beberapa gelas anggur lagi, sambil menonton TV Sandra duduk menghadapku dengan satu kaki diletakkan di lantai dan kaki lainnya ditekuk sehingga ia mendudukinya. Hal ini menyebabkan roknya yang pendek tertarik ke atas sehingga memperlihatkan pahanya dan ujung stokingnya.
Ia membuka kakinya sedikit untuk memperlihatkan kepadaku celana dalamnya saat bel pintu rumahku berbunyi. “Aaaah!” ia memprotes. Aku bangkit berdiri untuk membukakan pintu. “Siapa yah yang datang malam-malam begini?” aku bertanya seakan tidak tahu bahwa yang datang adalah Lilo.

Setelah aku membuka pintu, Lilo masuk dengan kantong plastik di tangannya. Ia berdiri di samping pintu setelah aku menutup pintu itu. Lilo memandang Sandra dan mulai berbasa-basi dengannya. Saat kembali ke tempat dudukku, aku menyadari bahwa Sandra masih dalam posisi yang sama. Sandra duduk menghadap kami sambil memain-mainkan rambutnya. Ia benar-benar tidak sadar sedang memperlihatkan terlalu banyak bagian tubuhnya kepada Lilo saat ia duduk di sana dengan wajah yang terlihat kecewa. Lilo hanya berdiri mematung di sana sementara mereka saling berpandangan. Sandra memandangnya dengan pandangan kosong sedangkan Lilo memandangnya dengan pandangan tidak percaya. Tiba-tiba Sandra tersadar akan posisi duduknya dan cepat-cepat berbalik lalu menurunkan roknya. “Ayo duduk, Lo. Sini…, gue taruh di kulkas dulu,” kataku sambil mengambil kantong plastik yang berisi bir lalu berjalan ke dapur. Saat sedang memasukkan bir-bir itu ke dalam kulkas, terdengar olehku Lilo berkata kepada Sandra bahwa ia berharap kedatangannya tidak mengganggu acara aku dan Sandra. “Oh enggak,… nggak apa-apa kok,” terdengar jawaban Sandra. Aku tahu benar untuk bersikap sopan, Sandra membohongi Lilo. “Kita cuma duduk-duduk sambil nonton TV doang kok,… dan sudah berniat untuk tidur.”

Aku tahu Sandra mencoba untuk memberi isyarat kepada Lilo bahwa kedatangannya sudah mengganggu kami. Sandra memang tidak tahu apa-apa tentang rencana kami malam ini. “Apa rencana elu malam ini, Lo?” sambil memberi bir, aku bertanya kepada Lilo setelah kembali dari dapur. “Ah, nggak banyak lah. Cuma mampir untuk minum-minum sedikit.” “Boleh-boleh aja. Gimana menurut elu, San?” aku bertanya sambil memandangnya. Wajah Sandra menunjukkan kalau ia sudah pasrah bahwa Lilo akan tetap tinggal sampai larut malam. “Ya sudah, kalau begitu gue permisi dulu deh. Gue tidur duluan yah,” jawabnya dan bangkit dari sofa. “Bagus!” pikirku, semua sesuai dengan rencana. “Oke, San. Gue nyusul nanti,” kataku sambil tersenyum kepada Lilo. Dengan mulutnya, Lilo melafalkan tanpa suara, “Gue juga!” setelah Sandra berjalan melewatinya menuju kamar tidur. Setelah Sandra masuk ke kamar, Lilo dan aku duduk menatap TV dengan pandangan kosong. Tidak satupun dari kami yang membuka suara. Suasana saat itu menjadi tegang penuh harap apa yang akan terjadi nanti.

Sekitar pukul 10 malam, aku mendengar Josua memarkirkan mobilnya di depan rumah. Aku berdiri dan membuka pintu sebelum ia membunyikan bel. Sebenarnya aku tidak berpikir suara bel rumah kami akan membangunkan Sandra, namun aku tidak mau ambil resiko. Pada awalnya kami bertiga mengobrol sana-sini setelah Lilo memutar film yang dibawanya. Josua masih tidak tahu menahu tentang rahasia kecil kami. Aku sendiri masih belum yakin benar untuk mengikutsertakan Josua ke dalam rencana malam ini. Setelah 15-20 menit, aku melihat Lilo mulai gelisah. Berulang kali Lilo terlihat beringsut dari tempat duduknya dan memandangku seakan berharap mendapat kode persetujuan untuk memulai acara malam itu. “Gue permisi sebentar yah,” kataku sambil berdiri menuju kamar dan memberi isyarat kepada Lilo untuk tetap duduk di tempatnya. Aku mau memastikan semuanya sudah pada tempatnya sebelum acara dimulai. Dengan hati-hati aku berjalan masuk ke kamar. Sandra tidur terlentang di ranjang dengan memakai daster imut yang semi transparan. Aku rasa anggur yang diminumnya tadi sudah bereaksi dalam tubuhnya secara Sandra tidur dengan kaki yang agak mengangkang dan kedua lengannya tergeletak di atas kepalanya. Sandra terlihat sangat cantik terbaring di sana dengan mulut yang sedikit terbuka (seperti biasanya) dan rambut yang tergerai di atas bantal. Buah dadanya sudah dapat terlihat dari balik kain dasternya yang tipis, menjulang seperti dua gunung kembar.

Nampaknya semua sudah siap tanpa aku harus berbuat apa-apa. Aku bergerak menuju pintu WC dengan perlahan lalu membukanya sedikit sehingga kamar itu sedikit lebih terang oleh cahaya lampu dari WC. Lalu aku keluar bergabung dengan Lilo dan Josua yang masih menonton film porno yang sedang diputar. “Jo, elu mau bir lagi?” tanyaku berharap supaya ia segera pergi kencing. “Boleh, thanks!” jawabnya. Lilo mengikutiku berjalan ke dapur dan segera menghamburkan pertanyaannya, “Elu mau gimana kerjainnya?” “Ya, gue rasa kita musti tunggu Josua pergi ke WC dulu untuk kencing. Trus, barulah kita berdua masuk ke kamar dan melihat apa yang bakal dia perbuat.”
Lilo tersenyum dan kembali ke ruang tamu. Kami masih menonton beberapa menit setelah itu dan mengomentari adegan-adegan di film tersebut. Tak lama setelah itu Josua berkata, “Eh, Kris,… WC elu dimana?” “Tuh di sana,” kataku sambil menunjuk ke arah WC. Aku berusaha agar suaraku tidak terdengar terlalu antusias. Josua berjalan menuju WC. Setelah aku mendengar pintu WC dikunci, aku dan Lilo bergegas menuju kamar. Setelah berada di dalam kamar, pandangan Lilo melekat ke tubuh Sandra yang terbaring di atas ranjang. Josua tidak menutup pintu yang menghubungkan WC dengan kamar tidurku. Mungkin ia tidak menduga akan ada orang lain di sana.

Saat ia selesai, aku dapat mendengar ia menarik resletingnya dan bersiap keluar WC. Tiba-tiba aku mendengar Josua berhenti. Pasti ia telah melihat Sandra. Ia seakan berdiri berjam-jam di sana sambil memandang istriku terbaring di ranjang dengan payudaranya yang terlihat jelas dari balik daster transparan yang dipakainya, naik turun mengikuti irama nafasnya.

“Bangsaaattt!” aku mendengar Josua berbisik. Aku tidak dapat menahan geli dan tergelak. Josua mendengar suaraku dan melongokkan kepala masuk ke kamar dan mendapati kami sedang berdiri di sana. Segera aku menempelkan telunjuk ke bibirku dan menyuruhnya untuk tidak bersuara. Aku mengajaknya masuk. “Itu bini elo, Kris?” ia berbisik lagi. Aku mengangguk lalu menuntunnya menuju sisi ranjang. Lilo mengikut dari belakang dan berdiri di sebelah kiriku saat kami bertiga memandangi tubuh istriku dari jarak dekat. “Gimana menurut elu?” tanyaku kepada Josua sambil tersenyum. Ia menatap Sandra beberapa detik lagi lalu menoleh ke aku dan menatapku sambil menduga-duga ada apa di balik semua ini. “Cantik banget, Kris!” ia menjawab sambil setengah tersenyum. Perlahan-lahan aku meraih kain selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya lalu menarik kain itu sehingga memperlihatkan bagian perut Sandra. Aku terus menarik selimut itu sampai ke bagian antara pusar dan bulu-bulu kemaluannya. Kini kami dapat melihat ujung daster yang dipakainya. Dengan hati-hati aku meraihnya dan mengangkat daster itu melewati tubuh Sandra yang putih mulus, melewati payudaranya yang ranum. Puting susunya yang kemerahan mulai mengeras karena angin dingin tertiup yang diakibatkan oleh pergerakan tanganku dan dasternya. Aku bergeser ke sebelah kiri untuk memberi ruang bagi Josua untuk berdiri tepat di depan payudara Sandra. Sedangkan Lilo bergerak ke sebelah kanan Josua berdiri tepat di depan wajah Sandra. Tanpa membuang waktu, Lilo membuka celananya dan mulai mengocok penisnya sementara aku menuntun tangan Josua untuk meraba buah dada istriku dengan lembut.

Melihat perbedaan kontras antara tangannya yang besar dan hitam dengan kulit Sandra yang putih saat Josua meraba-raba payudara Sandra membuatku sangat terangsang! Tangannya sangat besar, hampir-hampir menutupi seluruh payudara Sandra yang berukuran sedang. Dengan lembut Josua menjepit puting susu Sandra dengan ibu jari dan telunjuknya sehingga terdengar desahan lembut keluar dari mulut Sandra. Sementara itu, Lilo sudah melepaskan celananya dan dengan mantap mengocok penisnya yang diarahkan tepat ke wajah Sandra yang hanya terpaut beberapa senti dari mulutnya yang sedikit terbuka. Lilo menoleh ke aku saat ia meremas penisnya yang mengeluarkan cairan pelumas. Cairan itu dibiarkannya meleleh dari kepala penisnya dan menetes tepat di bibir Sandra. Pada awalnya Sandra tidak bergerak sama sekali sementara cairan itu menggenangi bibir bawahnya. Namun sensasi yang dibuat cairan itu pada bibirnya membuat Sandra menyapu cairan itu dengan lidahnya dan menelannya.

Melihat hal ini, Josua ikut melepaskan celananya. Setelah melepaskan celana jeans dan celana dalamnya, aku melihat penis yang paling gelap dan terbesar yang pernah aku lihat. Mungkin setidaknya panjangnya lebih dari 25 cm dan tebalnya lebih dari 6 cm. Membayangkan penis sebesar itu menerobos masuk ke dalam vagina Sandra yang basah membuat diriku bersemangat namun ada perasaan khawatir juga. Aku sadar kalau sampai Josua memasukkan penisnya ke dalam vagina istriku, pasti penis Josua akan memaksa mulut vaginanya meregang sampai melebihi batas normal. Dan tidak ada keraguan dalam diriku bahwa hal ini pasti akan membangunkan Sandra walau seberapa lelapnya ia tertidur saat itu.

Josua memandangku sejenak sebelum ia menunduk dan mengulum puting susu sebelah kanan Sandra sambil mengocok penisnya. Lalu ia membungkukkan badannya sehingga pinggangnya maju ke depan dan mulai menggesek-gesekkan penisnya ke payudara sebelah kiri. Setelah mengocok penisnya beberapa saat, lendir pelumas mulai keluar dari ujung penisnya. Josua mengolesi cairan itu ke seluruh bulatan payudara dan puting susu Sandra dengan cara menggesek-gesekkan kepala penis itu ke payudara kirinya. Setelah menyuruh Lilo bergeser sedikit, aku menarik turun kain selimut sampai melewati ujung kakinya. Kini kami dapat melihat bulu-bulu halus kemaluannya yang masih tertutup oleh celana dalam semi transparan itu. Lilo menjamah kaki Sandra lalu mengelus-elusnya dari bawah bergerak ke atas semakin mendekat ke selangkangan Sandra sambil terus mengocok penisnya.

Hal ini merebut perhatian Josua. Ia kini menonton aksi Lilo sambil terus mengolesi payudara Sandra dengan cairan pelumas yang terus keluar dari penisnya. Rabaan Lilo akhirnya mencapai bagian atas paha Sandra. Ia membelai jari-jarinya ke bibir vagina istriku yang masih dilapisi kain celana dalamnya. Setelah Lilo membelai naik dan turun ke sepanjang bibir vaginanya, pinggul Sandra mulai bergoyang maju mundur walau hanya sedikit. Dan itu merupakan pergerakan Sandra yang pertama sejak semua ini dimulai (selain gerakan menjilat bibirnya tadi). Aku semakin bersemangat. Dengan lembut aku mengangkat tubuh Sandra sehingga aku dapat melepaskan celana dalamnya, pertama ke sebelah kiri lalu ke sebelah kanan. Setelah dapat menarik celana dalamnya sampai ke setengah pahanya, segera aku menarik celana itu sampai lepas dari kakinya. Sandra kini telanjang bulat di hadapan dua pria yang sudah dikuasai nafsu birahi. Melihat istriku yang cantik terbaring tanpa mengenakan busana di hadapan Lilo dan Josua sementara mereka meraba, menggesek dan menjelajahi setiap jenjang tubuh istriku, membuatku hampir meledak. Lilo menggeser kaki kiri Sandra sehingga keluar dari sisi ranjang lalu menyelinap ke antara pahanya dan dengan jari-jarinya mulai menjelajahi vagina Sandra yang rapat. Awalnya masih dengan hati-hati, dengan menggunakan ibu jarinya, Lilo mengusap-usap bibir vagina istriku dengan wajahnya hanya terpaut beberapa senti dari liang kewanitaannya.

Kemudian Lilo memegang klitoris Sandra dengan ibu jari dan telunjuknya lalu memilinnya dengan lembut. Hal ini membuat Sandra mendesah dan menggeliat-geliat sehingga membawa kakinya ke pundak Lilo. Josua sambil menggesek-gesekkan batang penisnya ke kedua payudara Sandra juga meremas-remas payudara itu, menonton aksi Lilo di antara paha Sandra. Ketika perhatianku kembali kepada Lilo, ia sudah menggantikan jari-jarinya dengan lidahnya! Dengan lembut Lilo meletakkan salah satu jarinya ke liang kewanitaannya. Ia menahannya di sana beberapa saat sampai cairan vagina Sandra membasahi jari itu. Baru setelah itu ia menusukkan jari itu dengan perlahan masuk ke dalam vagina istriku. Sandra tersengal dan kedua kakinya dikaitkan di sekeliling kepala Lilo. Tanpa putus semangat, Lilo meneruskan serangannya dengan menggunakan lidah dan jarinya pada vagina istriku.

Tidak ada pria lain mana pun yang pernah melakukan hal ini terhadap Sandra selain dari diriku. Berdiri di antara Lilo dan Josua, aku langsung melepaskan celanaku dan mulai mengocok penisku sementara mereka menggarap istriku. Tiba-tiba Josua berpindah posisi dan dengan perlahan menarik bahu Lilo. Lilo memandang wajah Josua sejenak lalu pandangannya turun ke penis besarnya yang terarah tepat langsung ke mulut bibir kewanitaan Sandra. Lilo mundur mengijinkan Josua mengambil tempatnya yang langsung mengolesi kepala penisnya ke sepanjang bibir vagina istriku. Aku dapat melihat cairan pelumas yang keluar dari penisnya membasahi vagina dan bulu-bulu kemaluannya.

Aku terpekur dan tidak bisa bergerak sama sekali. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tahu bahwa Josua hendak menyetubuhi istriku dengan penis raksasanya, namun bukan hal itu yang meresahkan aku. Jauh dalam lubuk hatiku sebenarnya inilah yang aku inginkan dan yang sudah aku rencanakan. Akan tetapi aku tahu pasti bahwa Sandra akan terbangun begitu penis itu memasuki tubuhnya. Terlebih lagi aku baru menyadari bahwa diafragma (alat KB) Sandra tergeletak di atas meja. Biasanya, ia memakai diafragmanya ketika ia tahu kami berniat untuk melakukan ‘sesuatu’, bahkan jika ia pergi tidur sebelum aku tidur. Namun malam itu, aku rasa ia sudah mabuk sehingga lupa memakainya. Gambaran adegan pria berkulit gelap ini menyemprotkan air maninya ke dalam liang vagina istriku yang tidak dilindungi alat KB, memicu sesuatu dalam diriku walau sebenarnya aku INGIN melihat Josua menumpahkan spermanya ke dalam vagina Sandra. Aku sudah tidak dapat mengontrol keinginanku untuk melihat hal ini. Boleh dibilang aku memang sudah kehilangan kontrol atas situasi ini. Setelah membalur kepala penisnya dengan cairan yang keluar dari vagina Sandra, Josua menaruh kepala penis itu di depan mulut bibir vagina istriku lalu… menekannya masuk.

Dengan perlahan kepala penis itu mulai menghilang dari balik bibir vagina itu. Bibir vagina istriku meregang dengan ketat sehingga mencegah kepala penis itu masuk lebih dalam. Masih dalam keadaan terlelap, Sandra membuka mulutnya saat ia tersengal begitu merasakan sedikit rasa perih pada selangkangannya. Aku berpikir: Jika hanya kepala penisnya yang baru masuk saja sudah membuat istriku kesakitan, apa jadinya saat Josua mencoba untuk menghujamkan seluruh batang penis itu ke dalam tubuhnya? Tapi untunglah Josua bersikap lembut dalam serangan awal pada vagina Sandra. Dengan selembut mungkin dan dalam kondisinya yang sudah sangat terangsang, Josua menggoyangkan pantatnya dalam gerakan maju mundur yang pendek-pendek sehingga membuat bibir vagina istriku lebih meregang sedikit demi sedikit seiring dengan semakin mendalamnya tusukan penis itu.

Lilo kembali pindah ke depan kepala Sandra. Ia bermain-main dengan payudaranya sedang tangannya yang lain mengocok penisnya di atas wajah Sandra. Sesekali Lilo membungkuk dan dengan lembut mencium bibir istriku yang sedikit terbuka itu, menjulurkan lidahnya sedikit masuk ke dalam mulutnya sementara terus meremas-remas payudaranya sambil mengocok penisnya. Saat lidah Lilo menyentuh lidahnya, dengan gerak refleks Sandra menutup bibirnya sedikit sehingga bibirnya membungkus lidah Lilo. Dengan segera Lilo menarik wajahnya ke belakang lalu menyodorkan kepala penisnya masuk sedikit ke dalam bibir Sandra yang agak terbuka. Seperti sedang bermimpi erotis, Sandra mulai mengecup ujung kepala penis Lilo. Aku mendengar Lilo mengerang saat aku mendengar suara menyedot keluar dari bibir sandra

Perhatianku kembali kepada usaha penerobosan Josua terhadap tubuh istriku. Saat ini sudah sekitar 5 cm dari penisnya masuk ke dalam vagina Sandra dan bagian yang paling tebal dari penisnya hampir masuk ke dalamnya.
Tiba-tiba, seakan pembatas yang menghalangi penis itu masuk lebih dalam lenyap dalam sekejap, bagian penis yang paling tebal itu langsung masuk ke liang kewanitaan Sandra. Josua mulai menggenjot panggulnya dengan serius. Ia baru saja memasukkan 2/3 dari penisnya saat tiba-tiba…… SANDRA TERBANGUN!

Mula-mula kedua mata istriku melotot lalu ia tersengal dan mengeluarkan penis Lilo dari mulutnya sementara ia merasakan vaginanya meregang sampai batas maksimal. Kami bertiga diam membeku saat orientasi Sandra yang baru terbangun sedikit demi sedikit terkumpul dan pada akhirnya Sandra tersadar sepenuhnya akan apa yang sedang terjadi. Pandangannya berpindah dari penis Lilo yang menggantung di depan bibirnya lalu ke Josua yang penisnya sudah masuk ke dalam vaginanya. Tiba-tiba, yang benar-benar membuatku terkejut, Sandra melingkarkan kedua kakinya ke pantat Josua lalu menekankan tubuh Josua agar penisnya terbenam semakin dalam pada vaginanya. Sandra mengerang saat penis itu masuk 4 cm lebih dalam. Sudah sebagian besar dari batang penis itu masuk ke dalam tubuhnya dan dalam tiap hentakan, penis itu menerobos semakin dalam. Lilo menaruh kepala penisnya di bibir Sandra dan sekali lagi Sandra mulai menghisapi kepala penis itu. Namun konsentrasinya jatuh pada penis Josua yang meregang bibir vaginanya sampai batas yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.

Setiap kali Sandra hendak menghisap kepala penis Lilo, Josua menancapkan penisnya lebih dalam yang membuatnya terhenti sejenak dengan desahan yang keluar dari mulutnya. Aku mulai mengocok penisku dengan lebih cepat ketika aku melihat Josua menghujamkan seluruh batang penisnya ke dalam Sandra. Bibir vaginanya ikut tertarik ke dalam seiring dengan masuknya penis itu. Dan saat Josua menarik penisnya keluar, cairan cinta Sandra terlihat membasahi batang penis itu dan bagian dalam vaginanya terlihat ikut tertarik keluar seperti saat kita menarik keluar jari-jari kita dari dalam sarung tangan. Dalam waktu singkat Sandra berorgasme dengan KUAT! Penis Lilo terlepas bebas dari mulutnya saat ia melenguh dengan kuat, “OOOOHHHHHHhhhh…..!” Seluruh tubuhnya mengejang sementara gelombang demi gelombang orgasme menyapu seluruh tubuhnya dan tiap kali teriakannya semakin kencang secara orgasmenya berlanjut dan semakin menguat. Getararan-getaran dalam vagina istriku yang membungkus rapat penisnya akhirnya membuat Josua mencapai klimaksnya. Suara erangannya terdengar keluar dari dalam mulut Josua sementara ia menghujamkan penisnya dengan keras sekali lagi lalu memuntahkan cairan sperma jauh di dalam vagina Sandra. Erangan dan desahan mereka bercampur seiring dengan klimaks mereka yang akhirnya mereda juga. Cairan sperma yang terlihat seperti gumpalan besar meleleh saat Josua menarik penisnya dari dalam vagina istriku.

Dengan Sandra masih tergeletak lemas di atas ranjang, Lilo segera melompat ke antara kaki Sandra. Ia mengoles-oleskan penisnya ke vagina istriku yang basah oleh sperma Josua dan cairannya sendiri. Lalu dengan mudah Lilo memasukkan penisnya ke dalam vagina Sandra yang sudah meregang melebihi batas itu. Setelah beberapa genjotan, Lilo menarik penisnya dan mengarahkan ke lubang anus istriku. Bahkan aku pun belum pernah memasukkan penisku lewat pintu belakang. Aku menduga-duga apakah istriku akan menghentikan perbuatan Lilo.

Ternyata Sandra tidak memberikan perlawanan sedikitpun, namun demikian saat penis Lilo masuk setengahnya ke dalam liang duburnya, Sandra meringis kesakitan. Tak lama setelah itu, otot-otot duburnya mulai rileks dan Sandra mulai menggenjot pantatnya sehingga penis Lilo masuk sepenuhnya ke dalam anusnya. Josua berpindah ke dekat wajah Sandra. Ia memegang penisnya yang penuh dengan cairan sperma bercampur cairan cinta dari vaginanya di atas mulutnya. Dengan lembut Sandra membersihkan cairan itu dengan mulutnya dan sesekali memasukkan penis yang sudah melemas itu sejauh yang ia bisa ke dalam mulutnya. Walau sudah melembek, penis Josua tak kurang dari 18 cm panjangnya dan Sandra mampu menelan sampai sekitar 15 cm sementara Lilo memompa anusnya yang masih perawan. Suara erangan Lilo semakin membesar saat aku mengangkangi dada istriku dan menekan kedua payudaranya ke penisku yang sudah berdenyut-denyut. Dan aku mulai menggoyang-goyangkan pinggangku.

Sandra mengeluarkan penis Josua dari mulutnya dan mulai menjilati kepala penis itu sambil memain-mainkan penis dan buah zakarnya yang licin. Baru saja aku hendak memuntahkan spermaku ke atas dada dan wajah Sandra, aku mendengar Lilo mengerang untuk yang terakhir kalinya saat ia mengosongkan muatannya ke dalam pantat istriku. Hal ini membuatku mencapai klimaks dan menyemburkan cairanku ke dada Sandra. Secepat kilat aku meyodorkan penisku masuk ke dalam mulut istriku dan ia mulai menyedot seluruh semburan sperma yang masih tersisa. Sandra terus mengulum penisku yang melembek sementara aku terkulai lemas. Aku menoleh ke belakang melihat Lilo menarik penisnya dari dalam anus istriku dengan suara yang basah, “Thllrrrpp!” Lilo yang pertama kali mengeluarkan suara, “Gilaaaaa, man! Enak beneerrrr!” Aku hanya dapat menghela nafas begitu aku terkulai di samping Sandra. Sandra tersenyum kepadaku dengan wajah nakal dan imutnya. Sambil masih bermain-main dengan penis Josua yang besar itu,

Sandra berkata dengan pelan, “Elu bener-bener penuh kejutan, yah!”
“Bukan cuma gue, tuh,” jawabku, “Kelihatannya elu juga penuh kejutan!”

Cerita Mesum Kenikmatan Anak Langganan

Cerita Sex Kali ini berjudul :

Cerita Mesum Kenikmatan Anak Langganan

Suatu hari aku mendapat perintah dari boss untuk mendatangi rumah Ibu Yuli, menurutnya antena parabola Ibu Yuli rusak tidak keluar gambar gara-gara ada hujan besar tadi malam. Dengan mengendarai sepeda motor Yamaha, segera aku meluncur ke alamat tersebut. Sampai di rumah Ibu Yuli, aku disambut oleh anaknya yang masih SMP kelas 2, namanya Anita. Karena aku sudah beberapa kali ke rumahnya maka tentu saja Anita segera menyuruhku masuk. Saat itu suasana di rumah Ibu Yuli sepi sekali, hanya ada Anita yang masih mengenakan seragam sekolah, kelihatannya dia juga baru pulang dari sekolah. “Jam berapa sich Ibumu pulang, Nit..?” “Biasanya sih yah, sore antara jam 5-an,” jawabnya. “Iya, tadi Oom disuruh ke sini buat betulin parabola. Apa masih nggak keluar gambar..?” “Betul, Oom… sampai-sampai Nita nggak bisa nonton Diantara Dua Pilihan, rugi deh..” “Coba yah Oom betulin dulu parabolanya…” Lalu segera aku naik ke atas genteng dan singkat kata hanya butuh 20 menit saja untuk membetulkan posisi parabola yang tergeser karena tertiup angin. Nah, awal pengalaman ini berawal ketika aku akan turun dari genteng, kemudian minta tolong pada Anita untuk memegangi tangganya. Saat itu Anita sudah mengganti baju seragam sekolahnya dengan kaos longgar ala Bali. Kedua tangan Anita terangkat ke atas memegangi tangga, akibatnya kedua lengan kaosnya melorot ke bawah, dan ujung krahnya yang kedodoran menganga lebar. Pembaca pasti ingin ikut melihat karena dari atas pemandangannya sangat transparan. Ketiak Nita yang ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat sensual sekali, lalu dari ujung krahnya terlihat gumpalan payudaranya yang kencang dan putih mulus. Batang kemaluanku seketika berdenyut-denyut dan mulai mengeras. Sebuah pemandangan yang merangsang. Anita tidak memakai BH, mungkin gerah, payudaranya berukuran sedang tapi jelas kelihatan kencang, namanya juga payudara remaja yang belum terkena polusi. Dengan menahan nafsu, aku pelan-pelan menuruni tangga sambil sesekali mataku melirik ke bawah. Anita tampak tidak menyadari kalau aku sedang menikmati keindahan payudaranya. Tapi yah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya kalau dia tahu lalu tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin minimal pasti patah tulang. Yang pasti setelah selamat sampai ke bumi, pikiranku jadi kurang konsentrasi pada tugas. Aku baru menyadari kalau sekarang di rumah ini hanya ada kami berdua, aku dan seorang gadis remaja yang cantik. Anita memang cantik, dan tampak sudah dewasa dengan mengenakan baju santai ketimbang seragam sekolah yang kaku. Seperti biasanya, mataku menaksir wanita habis wajah lalu turun ke betis lalu naik lagi ke dada. Kelihatannya pantas diberi nilai 99,9. Sengaja kurang 0,1 karena perangkat dalamnya kan belum ketahuan. “Oom kok memandang saya begitu sih.. saya jadi malu dong..” katanya setengah manja sambil mengibaskan majalah ke mataku. “Wahh… sorry deh Nit… habis selama ini Oom baru menyadari kecantikanmu,” sahutku sekenanya, sambil tanganku menepuk pipinya. Wajah Anita langsung memerah, barangkali tersinggung, emang dulu-dulunya nggak cakep. “Idihh… Oom kok jadi genit deh..” Duilah senyumnya bikin hati gemas, terlebih merasa dapat angin harapan. Setelah itu aku mencoba menyalakan TV dan langsung muncul RCTI Oke. Beres deh, tinggal merapikan kabel-kabel yang berantakan di belakang TV. “Coba Nit.. bantuin Oom pegangin kabel merah ini…” Dan karena posisi TV agak rendah maka Anita terpaksa jongkok di depanku sambil memegang kabel RCA warna merah. Kaos terusan Anita yang pendek tidak cukup untuk menutup seluruh kakinya, akibatnya sudah bisa diduga. Pahanya yang mulus dan putih bersih berkilauan di depanku, bahkan sempat terlihat warna celana dalam Anita. Seketika jantungku seperti berhenti berdetak lalu berdetak dengan cepatnya. Dan bertambah cepat lagi kala tangan Anita diam saja saat kupegang untuk mengambil kabel merah RCA kembali. Punggung tangannya kubelai, diam saja sambil menundukkan wajah. Aku pun segera memperbaiki posisi. Kala tangannnya kuremas Anita telah mengeluarkan keringat dingin. Lalu pelan-pelan kudongakkan wajahnya serta kubelai sayang rambutnya. “Anita, kamu cantik sekali.. Boleh Oom menciummu?” kataku kubuat sesendu mungkin. Anita hanya diam tapi perlahan matanya terpejam. Bagiku itu adalah jawaban. Perlahan kukecup keningnya lalu kedua pipinya. Dan setengah ragu aku menempelkan bibirku ke bibirnya yang membisu. Tanpa kuduga dia membuka sedikit bibirnya. Itu pun juga sebuah jawaban. Selanjutnya terserah anda. Segera kulumat bibirnya yang empuk dan terasa lembut sekali. Lidahku mulai menggeliat ikut meramaikan suasana. Tak kuduga pula Anita menyambut dengan hangat kehadiran lidahku, Anita mempertemukan lidahnya dengan milikku. Kujilati seluruh rongga mulutnya sepuas-puasnya, lidahnya kusedot, Anita pun mengikuti caraku. Pelan-pelan tubuh Anita kurebahkan ke lantai. Mata Anita menatapku sayu. Kubalas dengan kecupan lembut di keningnya lagi. Lalu kembali kulumat bibirnya yang sedikit terbuka. Tanganku yang sejak tadi membelai rambutnya, rasanya kurang pas, kini saat yang tepat untuk mulai mencari titik-titik rawan. Kusingkap perlahan ujung kaosnya mirip ular mengincar mangsa. Karena Anita memakai kaos terusan, pahanya yang mulus mulai terbuka sedikit demi sedikit. Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang kuhadapi adalah gadis baru berusia sekitar 14 tahun. Harus penuh kasih sayang dan kelembutan, sabar menunggu hingga sang mangsa mabuk. Dan kelihatannya Anita bisa memahami sikapku, kala aku kesulitan menyingkap kaosnya yang tertindih pantat, Anita sedikit mengangkat pinggulnya. Wah, sungguh seorang wanita yang penuh pengertian. “Ahhh.. Ahhh..” hanya suara erangan yang muncul dari bibirnya kegelian ketika mulutku mulai mencium batang lehernya. Sementara tanganku sedikit menyentuh ujung celana dalamnya lalu bergeser sedikit lagi ke tengah. Terasa sudah lembab celana dalam Anita. Tanganku menemukan gundukan lunak yang erotis dengan belahan tepat ditengah-tengahnya. Aku tak kuasa menahan gejolak hati lagi, kuremas gemas gundukan itu. Anita memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir bawahnya. Hawa yang panas menambah panas tubuhku yang sudah panas. Segera kulucuti bajuku, juga celana panjangku hingga tinggal tersisa celana dalam saja. Tanpa ragu lagi kupelorotkan celana dalam Anita. Duilah.. Baru kali ini aku melihat bukit kemaluan seindah milik Anita. Luar biasa.. padahal belum ada sehelai bulu pun yang tumbuh. Bukitnya yang besar putih sekali. Dan ketika kutekuk lutut Anita lalu kubuka kakinya, tampak bibir kemaluannya masih bersih dan sedikit kecoklatan warnanya. Anita tidak tahu lagi akan keadaan dirinya, belaianku berhasil memabukkannya. Ia hanya bisa medesah-desah kegelian sambil meremasi kaosnya yang sudah tersingkap setinggi perut. Begitulah wanita. Gam-gam-sus (gampang gampang susah) apa sus-sus-gam (susah susah gampang). Tidak sabar lagi aku membiarkan sebuah keindahan terbuka sia-sia begitu saja. Aku segera mengarahkan wajahku di sela-sela paha Anita dan menenggelamkannya di pangkal pertemuan kedua kakinya. Mulutku kubuka lebar-lebar untuk bisa melahap seluruh bukit kemaluan Anita. Bau semerbak tidak kuhiraukan, kuanggap semua kemaluan wanita yah begini baunya. Lidahku menjuluri seluruh permukaan bibir kemaluannya. Setiap lendir kujilati lalu kutelan habis dan kujilati terus. Kujilati sepuas-puasnya seisi selangkangan Anita sampai bersih. Lidahku bergerak lincah dan keras di tengah-tengah bibir kemaluannya. Dan ketika lidahku mengayun dari bawah ke atas hingga tepat jatuh di klitorisnya, Kujepit klitorisnya dengan gemas dan lidahku menjilatinya tanpa kompromi. Anita tak sanggup lagi untuk berdiam diri. Badannnya memberontak ke atas-bawah dan bergeser-geser ke kiri-kanan. Segala ujung syarafnya telah terkontaminasi oleh kenikmatan yang amat sangat dashyat. Sebuah kenikmatan yang bersumber dari lidahku mengorek klitorisnya tapi menyebar ke seantero tubuhnya. Anita sudah tidak mengenal lagi siapa dirinya, boro-boro mikir, untuk bernafas saja tidak bisa dikontrol. Aku jadi semakin ganas dan melupakan softly itu siapa. Batang kejantananku sudah amat sangat besar bergemuruh seluruh isinya. Demi melihat Anita tersenggal-senggal, segera kutanggalkan modal terakhirku, celana dalam. Tanpa ba. bi. bu. be. bo segera kuarahkan ujung kemaluanku ke pangkal selangkangan Anita. Sekilas aku melihat Anita mendelik kuatir melihat perubahan perangaiku. Batang kemaluanku memang kelewatan besarnya belum lagi panjangnya yang hampir menyentuh pusar bila berdiri tegak. Anita kelihatannya ngeri dan mulai sadar ingatannya, kakinya agak tegang dan berusaha merapatkan kedua kakinya. “Ampun Oom.. jangan Ooommm.. ampun Oommm.jangannn…” Tangan Anita mencoba menghalau kedatangan senjataku yang siap mengarah ke pangkal pahanya. Merasa mendapat perlawanan, sejenak aku jadi agak bingung, tapi untunglah aku memiliki pengalaman yang cukup untuk menghadapinya. Segera aku meminta maaf sambil tanganku kembali membelai rambutnya yang terurai agak acak-acakan. “Nita takut Oom. Nanti kalau Mama tahu pasti Nita dimarahin. Dan lagi Nita nggak pernah kayak ginian. Nita juga jadi malu..” Katanya setengah mau menangis dan membetulkan kaosnya untuk menutupi tubuhnya. “Jangan kuatir Nit. Oom tidak bermaksud jahat terhadap kamu. Oom sayang sekali sama Nita. Dan lagi Nita jangan takut sama Oom. Semua orang cepat atau lambat pasti akan merasakan kenikmatan hubungan ‘beginian’. Jangan takut ‘beginian’ karena ‘beginian’ itu enak sekali.” “Iya, tapi Nita nggak tahu harus bagaimana dan kenapa tahu-tahu Nita jadi begini..?” Air mata Anita mulai mengalir dari pojok matanya. Melihat itu aku segera memeluknya agar bisa menenangkannya. Agak lama aku memberi ceramah dan teori edan secara panjang lebar, sampai akhirnya Anita bisa memahami seluruhnya. Dan sesekali senyumnya mulai muncul lagi. “Coba sekarang Nita belajar pegang ‘anunya’ Oom, bagus khan,” aku meraih tangannya lalu membimbingnya ke batang kejantananku. Tangannya kaku sekali tapi setelah perlahan-lahan kuelus-eluskan pada batang kejantananku, otot tangannya mulai mengendor. Lalu tangannya mulai menggenggam batang kejantananku. Pelan-pelan tangannya kutuntun maju-mundur. Kelembutan tangannya membuat batang kejantananku mulai bergerak membesar, sampai akhirnya tangan Anita tidak cukup lagi menggenggamnya. Dan Anita kelihatan menikmatinya, tanpa kuajari lagi tangannya bergerak sendiri. “Ahhh.. enak sekali Nit.. aaahhh.. kamu memang anak yang pintar.. ahhhh..” mulutku tak sanggup menahan kenikmatan yang mulai menjalari seluruh syarafku. Sementara itu tangan kiriku mulai meremas payudaranya yang masih tertutup kaos Bali yang tipis. Belum pernah aku meremas payudara sekeras milik Anita. Tangan kananku yang satu meraih kepalanya lalu dengan cepat kulumat bibirnya. Lidahku menjulur keluar menelusuri setiap sela rongga mulutnya. Hingga akhirnya lidah Anita pun mengikuti yang kulakukan. Dari matanya yang terpejam aku bisa merasakan kenikmatan tengah membakar tubuhnya. Segera aku meminta Anita untuk melepas kaosnya agar lebih leluasa. Dan tanpa ragu-ragu Anita segera berdiri lalu menarik kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Batang kejantananku semakin berdenyut-denyut menyaksikan tubuh mungil Anita tanpa mengenakan selembar benang. Tubuhnya yang sintal dan putih bersih membakar semangatku. Betul-betul sempurna. Kedua payudaranya menggelembung indah dengan puting yang mengarah ke atas mengingatkanku pada payudara Holly Hart (itu lho salah satu koleksi Playboy). “Nit, tubuhmu luar biasa sekali.. Hebat!” Pujianku membuat wajahnya memerah barangkali menahan malu. “Oomm, boleh nggak Anita mencium ‘itu’nya Oom?” Anita tersipu-sipu menunjuk ke selangkanganku. Rasanya tidak etis kalau aku menolaknya. Lalu sambil duduk di sofa aku menelentangkan kedua kakiku. “Tentu saja boleh kalau Anita menyukainya..” Kubikin semanis mungkin senyumku. Anita pun mengambil posisi dengan berjongkok lalu kepalanya mendekati selangkanganku. Mulanya hanya mencium dan mengecup seputar kepala batang kejantananku. Pelan-pelan lidahnya mulai ikut berperan aktif menjilat-jilatinya. Anita kelihatan keenakan mendapat mainan baru. Dengan rakus lidahnya menyusuri sekeliling batang kejantananku. Sensasi yang luar biasa membuatku gemas meremasi kedua payudaranya. “Aaduuhhh… enak sekali Nit.. Teruss.. Nitt, coba ke sebelah sini,” kataku sambil menunjuk ke buah pelirku. Anita segera paham lalu mejulurkan lidahnya ke pelirku. Anita menggerakkan lidahnya ke kanan-kiri atas-bawah. “Oomm, ke kamar Nita aja yuk biar nggak gerah..” Sahutnya mengajak ke kamarnya yang ber-AC. “Terserah Nita aja dehh..” balasku. Begitu Anita merebahkan tubuhnya ke spring bed, aku tidak mau menunggu terlalu lama untuk merasakan tubuh indahnya. Segera kutindih dan kucumbui. Sekujur tubuhnya tak ada yang kusia-siakan. Terutama di payudaranya yang aduhai. Tanganku seakan tak pernah lepas dari liang kewanitaannya. Setiap tanganku menggosok klitorisnya, tubuh Anita menggerinjal entah mengapa. Sementara itu batang kejantananku seperti akan meledak menahan tekanan yang demikian besarnya. Akhirnya kutuntun batang kejantananku ke arah liang kewanitaan Anita. Liang kewanitaan Anita yang telah kebanjiran sangat berguna sekali, bibir kemaluannya yang kencang memudahkan batang kejantananku menyelinap ke dalam. Sedikit-sedikit kudorong maju. Dan setiap dorongan membuat Anita meremas kain sprei. Kalau Anita merasa seperti kesakitan aku mundur sedikit, lalu maju lagi, mundur sedikit, maju lagi, mundur, maju, mundur, maju, “blesss…” Tak kusangka liang kewanitaan Anita mampu menerima batang kejantananku yang keterlaluan besarnya. Begitu amblas seluruh batang kejantananku, Anita menjerit kesakitan. Aku kurang menghiraukan jeritannya. Kenikmatan yang tak ada duanya telah merasuki tubuhku. Tapi aku tetap menjaga irama permainanku maju-mundur dengan perlahan. Menikmati setiap gesekan demi gesekan. Liang senggama Anita sempit sekali hingga setiap berdenyut membuatku melayang. Denyutan demi denyutan membuatku semakin tak mampu lagi menahan luapan gelora persetubuhan. Terasa beberapa kali Anita mengejankan liang kewanitaannya yang bagiku malah memabukkan karena liang kewanitaannya jadi semakin keras menjepit batang kejantananku. Erangan, rintihan, dan jeritan Anita terus menggema memenuhi ruangan. Rupanya Anita pun menikmati setiap gerakan batang kejantananku. Rintihannya mengeras setiap batang kejantananku melaju cepat ke dasar liang senggamanya. Dan mengerang lirih ketika kutarik batang kejantananku. Hingga akhirnya aku sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ketika batang kejantananku melaju dengan kecepatan tinggi, meledaklah muatan di dalamnya. batang kejantananku menghujam keras, dan kandas di dasar jurang. Anita pun melengking panjang sambil mendekap kencang tubuhku, lalu tubuhnya bergetar hebat. Sebuah kenikmatan tanpa cela, sempurna Keesokkan harinya aku mendapat telepon dari Ibu Yuli. Perasaanku mendadak tegang dan kacau, kuatir beliau mengetahui skandalku dengan anaknya. Mulanya aku tidak berani menerimanya, tapi daripada Ibu Yuli nanti ngomongin semua perbuatanku pada teman sekerjaku, terpaksa kuterima teleponnya dengan nada gemetar. “Hallooo.. apa kabar Bu Yuli.” “Oh baik, terima kasih lho, parabola Ibu sekarang sudah bagus, dan sekalian Ibu mau nanyakan ongkos servisnya berapa.. ” “Ah. nggak usah deh, Bu.. Cuman rusak sedikit kok, hanya karena kena angin jadi arahnya berubah.” “Jangan begitu, nanti Ibu nggak mau nyervis ke tempatmu lagi lho.” “Wah.. tapi saya cuman sebentar saja kerjanya.” “Iya, bagaimanapun khan kamu sudah keluar keringat, jadi ibu mesti bayar. Nanti siang yach, kamu ke rumah ibu. Ibu tunggu lho.” “Iya dech kalau Ibu maunya begitu, tapi sebelumnya terima kasih, Bu.” Begitulah akhirnya aku nongol lagi di rumah Ibu Yuli. Lagi-lagi Nita yang menerimaku. “Wah, terlambat Oom. Ibu dari tadi nungguin Oom datang. Barusan saja Ibu pergi arisan ke kantornya. Tapi masuk saja Oom, soalnya ada titipan dari ibu.” Sampai di dalam, kelihatannya Nita tengah belajar bersama dengan teman-temannya. Ada 3 orang cewek sebayanya lagi asyik membahas soal Fisika. Dan kedatanganku sedikit memecah konsentrasi mereka. Kuamati sekilas teman Nita kok cakep-cakep yach. Aku membalas sapaan mereka yang ramah. “Kenalin ini Oom gue yang baru datang dari Jawa Tengah.” Kaget juga aku dikerjain Nita. Satu persatu kusalami mereka, Lusi, Ita, dan Indra. Senyum mereka ceria sekali. Di usia mereka memang belum mengenal kepahitan hidup. Semuanya serba mudah, mau ini tinggal bilang ke mama, mau itu tinggal bilang ke papa. Dasar anak keju. Ketiganya memang jelas kelihatan anak orang kaya. Penampilan, gaya, dan kulit mulus mereka yang membedakan dari orang miskin. Lusi punya lesung pipit seperti aktris Italy. Ita wajahnya mengingatkanku pada seorang aktris sinetron yang lemah lembut, tapi yang ini agak genit. Indra yang berbadan paling besar mirip seorang aktris Mandarin. Persis aktris-aktris lagi makan rujak bareng. Habis aku paling bingung kalau mendeskripsikan wanita cantik, rasanya nggak cukup selembar folio. Aku menurut saja ketika tanganku di seret ke dalam oleh Nita sambil berpamitan pada temannya mau mengantar Oomnya ke kamar. Dan setelah mengunci pintu kamar, kekagetanku tambah satu lagi. Tubuhku langsung direbahkan ke kasur, lalu menindihku sambil mulutnya menciumiku. “Oom, Nita mau lagi.” rengeknya manja. Ya, ampun sungguh mati aku nggak bisa menolaknya. Aku pun segera membalas ciumannya. Nafsu birahiku menanjak tajam. Anita yang masih mengenakan seragam SMP-nya terguling ke samping hingga giliranku yang di atas. Kancing bajunya satu demi satu kulepas. Buah dadanya yang terbungkus BH kuremas dengan gemas. Dari leher hingga perutnya kutelusuri agak brutal. Dan Nita yang meronta-ronta tak kuberi ampun sedikitpun. Kakinya mengangkang lebar kala tanganku mulai merambat ke atas pahanya dan berhenti tepat di tengah selangkangan. Gundukan kemaluan yang empuk membuat tanganku gemetar kala meremasnya. Dan jari tengahku mencongkel sebuah liang yang menganga di tengahnya. Celana dalam Nita mulai lembab kelihatannya tak tahan menghadapi serangan yang bertubi-tubi. Akupun sangat merindukan Nita, hingga rasanya tak sabar lagi untuk segera menancapkan batang kemaluanku. Segera kupeloroti celana dalamnya setelah roknya kusingkap ke atas. Kerinduan akan baunya yang khas membuat kepalaku tertarik ke arah kemaluan Nita, lalu kubenamkan di sela pahanya. Mulutku memperoleh kenikmatan yang tiada tara kala mengunyah dan memainkan bibirku pada bibir kemaluannya. Nita pun semakin menggila gerakannya apalagi bila lidahku mengorek-ngorek isi kemaluannya. Nikmat sekali rasanya. Klitorisnya yang menyembul kecil jadi sasaran bila Nita menghentak badannya ke atas. Sepertinya Nita sudah ‘out of control’ karena tangannya dengan kacau meremas segala yang dapat diraih. Demikian juga halnya denganku, entah berapa cc cairan memabukkan yang telah kureguk. Batang kemaluanku yang sudah ‘maximal’ kuarahkan ke liang senggama Nita. Sekilas kulihat Nita menggigit bibirnya sendiri menanti kedatangan punyaku. Akupun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sangat langka ini. Benar-benar kunikmati tiap tahapan batangku melesak ke dalam liang kemaluannya. Sedikit demi sedikit batang kemaluanku kutekan ke bawah. Indah sekali menyaksikan perubahan wajah Nita kala makin dalam kemaluanku menelusuri liang kemaluannnya. Akhirnya, “Blesss..” Habis sudah seluruh batang kemaluanku terbenam ke liang kenikmatannya. Selanjutnya dengan lancar kutarik dan kubenamkan lagi. Makin lama makin asyik saja. Memang luar biasa kemaluan Nita, begitu lembut dan mencengkeram. Ingin rasanya berlama-lama dalam liang kemaluannya. Semakin lama semakin dahsyat aku menghujamkan batangku sampai Nita menjerit tak kuasa menahan kenikmatan yang menjajahnya. Hingga akhirnya Nita berkelojotan sambil meremas ganas rambutku. Wajahnya tersapu warna merah seakan segenap pembuluh darahnya menegang kencang, hingga mulutnya meneriakkan jeritan yang panjang. Kiranya Nita tengah mengalami puncak orgasme yang merasuki segenap ujung syarafnya. Menyaksikan pemandangan seperti ini membuatku makin cepat mengayunkan batang kemaluanku. Dan rasanya aku tak bisa menahan lebih lama lagi, lebih lama lagi.., lebih lama lagi. Secepatnya kucabut batang kemaluanku dan segera kuarahkan ke mulut Nita. Nita agak gugup menerima batang kemaluanku. Tapi nalurinya bekerja dengan baik, mulutnya segera menganga dan langsung mengulum batang kemaluanku. Dan kala aku meledakkan lahar, lidahnya menjilati sekujur batang kemaluanku. Tubuhku rasanya langsung luruh, tenagaku terkuras habis-habisan. Beberapa kali batang kemaluanku mengejut dan mengeluarkan lahar. Oh, my God.. Keasyikanku berdua dengan Nita membuat kami tidak merasakan jam yang terus berjalan. Tidak terasa hampir 3 jam kami meninggalkan teman-teman Nita di luar. Sekilas terdengar suara kasak-kusuk, seperti ada orang lagi mengintip perbuatan kami. Tapi saking asyiknya menikmati tubuh Nita, aku jadi tak mempedulikannya. Kulirik Nita masih tergolek tanpa penutup apa-apa dengan tubuh terlentang kelelahan. Wajahnya yang terlihat polos sangat indah dengan paduan tubuh kecil yang mulus. Kakinya masih membuka lebar, seperti sengaja memamerkan keindahan lekukan di selangkangannya. Gundukan kemaluannya memang belum berbulu sehingga jelas kelihatan bibir kemaluannya yang merah muda. “Nit, teman-temanmu kelihatannya lagi pada ngintip lho.” kataku berbisik di telinganya. “Hehhh..?” jawabnya sambil segera menutupi tubuhnya dengan selimut. “Teman-temanmu…” sekali lagi aku meyakinkannya sambil menunjuk ke pintu. “Wwaduhh, gimana nich.. Oom.” “Tenang aja, cepat pakai baju lagi dan seakan-akan nggak ada apa-apa, okey?” “Tapi Nita jadi malu sama mereka dong,” katanya manja dan wajahnya berubah merah sekali. “Sudah dech jangan dipikirin, anggap aja kita nggak tahu kalau mereka pada ngintip.” Akhirnya kami keluar kamar juga, dan teman-teman Nita kelihatan sekali pura-pura sibuk mengerjakan soal-soal. Terlebih wajah mereka bertiga tersapu rona merah, dan tampak menahan senyum. Wah agak grogi juga aku untuk menyapa mereka. Sekali lagi aku tertolong oleh usiaku yang jauh di atas mereka. Kata orang langkah awal memang sulit untuk dilakukan. “Hallo, belum selesai nich soal-soalnya?” kata awal yang akhirnya meluncur juga. “Iya Oomm..” seperti koor mereka menjawab serentak. Dan makin memperlihatkan kegugupan mereka. Boleh juga nich. Dan ide-ide cemerlang pun segera bermunculan, barangkali tidak terpikirkan oleh seorang Einstein. “Sebaiknya istirahat dulu biar fresh pikiran kita, jadi nanti kita akan dengan mudah mengerjakan soal-soal rumit kayak gitu,” Saranku menirukan seorang psikiater. Sebab menurut hematku mereka pasti juga turut terangsang mengintip perbuatan kami. Dengan kata lain mereka menyetujui perbuatan itu, kalau nggak setuju yach jelas nggak mau ngintip. Jadi kesimpulannya kalau mereka mau mengintip berarti juga mau untuk berbuat seperti itu. “Begini, Oom tahu kalau kalian tadi ngintip Oom di kamar. Tapi kalian tidak perlu kuatir sama Oom. Oom nggak marah kok. Malah senang bisa memberi kalian pelajaran baru. Tapi Oom juga kepingin lihat kalian telanjang juga dong, biar adil namanya. Iya, nggak.?” Seketika wajah mereka bertambah merah padam, antara malu dan takut. “Maaf Oom, tadi kami tidak sengaja mengintip.” kata Indra ketakutan sambil merapatkan pahanya. “Baiklah kalau begitu Oom tidak mau memaksa kalian, Oom juga sayang sama kalian. Kalian semua cantik-cantik. Sekarang daripada kalian ngintip, Oom nggak keberatan untuk nunjukin burung oom. Lihat yach dan kalian semua harus memegangnya. Yang nggak mau megang nanti Oom telanjangin!” Suaraku bertambah nada ancaman. Dan aku pun segera membuka reitsleting celana sekaligus memelorotkannya berikut celana dalam, hingga burungku yang ngaceng melihat kepolosan mereka langsung nyelonong keluar. Serempak Indra, Lusi, dan Ita menutup wajah mereka. Aku acuh saja mendekati mereka satu persatu dan menarik tangannya untuk memegang burungku. Mulanya tangan mereka kaku sekali tapi jadi mengendur kala menempel burungku. Nita yang sedari tadi hanya menonton langsung memprotes kelakuanku. “Sudahlah Oom jangan begitu, lebih baik kita semua telanjang bersama saja, itu memang yang paling adil. Lagian kita juga sudah biasa mandi bersama kok, iya khan teman-teman.” Indra, Lusi, dan Ita diam saja tampak malu-malu mempertimbangkan tawaran Nita. “Baiklah karena diam berarti kalian setuju. Ayo dong Lus, biasanya kamu yang paling suka membukakan bajuku.” Kata Nita sambil menghampiri lalu merangkul Lusi. “Iya dech saya setuju, tapi asal yang lain juga setuju lho.” Lusi mengumpan lampu kuning. “Oke, Saya juga setuju agar konsekuen dengan perbuatan kita.” Ita menimpalinya. “Demi kalian aku juga boleh-boleh saja.” Akhirnya Indra juga memberi keputusan yang melegakan hatiku. “Nach begitu baru kompak namanya. Yuk kita bareng-bareng ke kamar aja..” Sahut Nita. Jantungku bergerak kencang sekali, membuat langkahku limbung. Di depanku berjalan 4 cewek imut-imut alias ABG, Nita dan ketiga temannya, Indra, Lusi, dan Ita, menuju kamar Nita. Mulanya bingung harus bagaimana, tapi situasi yang memaksaku berbuat spontan saja. Mereka semua kusuruh duduk berjejer di tepi ranjang. “Begini, kalian semua nggak perlu takut sama Oom. Oom nggak mungkin menyakiti kalian, kita sekarang akan bermain dalam dunia yang baru, yang belum pernah kalian rasakan. Kalian tak perlu malu, kalian tinggal menuruti apa saja yang Oom perintahkan. Sekali lagi rileks saja, anggaplah kita sedang menjalani pengalaman yang luar biasa.” Banyak sekali sambutan pembukaan yang keluar begitu saja dari mulutku, untuk meyakinkan mereka dan agar nanti tidak kacau. Akhirnya mereka menganggukkan kepala satu persatu sebagai tanda setuju. Di wajah mereka mulai muncul senyum-senyum kecil, tetapi jelas tak bisa menyembunyikan rasa malunya. Wajah mereka memerah kala aku mengucapkan kata-kata yang berbau gituan. Singkat kata kusuruh mereka semua berdiri berhadapan, berpasangan. Nita memilih Indra sebagai pasangannya, sedang Lusi dengan Ita. Padahal batang kejantananku sudah gemetaran ingin segera melabrak mereka, tetapi nalarku yang melarangnya. “Sekarang kalian coba saling membukakan baju pasangan kalian sampai tinggal BH dan celana dalam saja. Biar nanti sisanya Oom yang bukain.” Mulanya mereka ragu bergerak, untunglah ada Nita yang berpengalaman dan Ita yang agresif sekaligus paling cantik dan menggiurkan. Ita memang lebih menonjol dari semuanya, badannya yang bagus tergambar dalam baju tipisnya, hingga BH-nya menerawang membentuk gundukan yang sempurna. Nita dan Ita tampak tertawa kecil membuka kancing baju temannya yang tak bisa mengelak lagi. Dan tentu saja Indra membalas perbuatan Nita, demikian pula Lusi. Wah, tak kusangka jadi meriah sekali persis seperti lomba makan krupuk. Hatiku bersorak girang melihat mereka saling berebut melepas baju pasangannya. Sementara itu otakku terus berputar mencari solusi terbaik untuk step berikutnya, selalu saja setiap cara ada kemungkinan terjadi penolakan. Sebaiknya harus selembut mungkin tindakanku. Pasangan Nita dan Indra kelihatan kompak, hingga tak banyak waktu mereka berdua telah telanjang, hanya BH dan celana dalam saja yang menempel di badannya. Untuk Nita tak perlu kuceritakan lagi, lagian para pembaca juga sudah pernah ikut menikmati keindahan tubuhnya pada episode yang lalu. Sedang Indra yang berbadan putih mulus masih malu-malu saja, sambil menutupi selangkangannya dengan tangan kanan ikut menonton Ita dan Lusi yang belum selesai. Sementara itu, Ita dan Lusi sampai bergulingan di lantai. Kelihatannya Lusi menolak dibuka rok bawahnya, tapi Ita tetap ngotot menelanjanginya. Nita dan Indra turut tertawa menonton pergulatan seru itu. Dan karena gemas melihat Ita kewalahan atas pemberontakan Lusi, Nita dan Indra segera bergerak membantu Ita dengan memegangi kaki Lusi yang tengah menendang-nendang. Secepat kilat Ita memelorotkan rok bawah Lusi sampai terlepas. “Heehhh.. kalian curanggg.. Nggak mau, Lusi nggak mau sama kalian lagi..” Lusi berteriak dengan sengit dan seperti mau menangis. “Tenang Lusi, kita kan lagi bersenang-senang sekarang, dan lagi kenapa kamu mesti seperti itu. Bukankah kamu sendiri tadi sudah ikut setuju. Dari tadi kan Oom nggak memaksa kamu. Yang penting kita tidak akan menceritakan kejadian ini pada siapa pun. Hanya kita-kita saja yang tahu. Kalau kamu malu itu salah. Percaya deh sama Oom.” Untunglah saranku kelihatannya dapat diterima, apalagi melihat Ita segera membuka bajunya sendiri yang kusut sekali. Satu persatu kancing bajunya dibuka, dan sekali melorot sekujur keindahan tubuhnya terpampang. Tak kusangka Ita terus melepas BH-nya, kemudian membungkuk dan melepas celana dalamnya. Seketika jantungku berhenti berdetak, seluruh susunan syarafku mengeras, sampai dada ini seperti mau meledak. Sebuah pemandangan yang menakjubkan terpampang begitu saja di depanku. “Luar biasa.. Hebat.. Nah dengan begini berarti Lusi nggak boleh ngambek lagi lho. Lihat Ita telah membayar kontan. Yuk kalian semua sekarang duduk lagi di ranjang sini.” Segera mereka sekali lagi menuruti perintahku. Aneh memang, selama ini aku nggak pernah kenal sama ilmu-ilmu gaib seperti di Mak Lampir, tetapi kenyataannya kok bisa mereka begitu saja patuh padaku. “Nah sekarang kalian semua berbaring,” Mereka patuh lagi. Dengan kaki terjuntai di lantai mereka semua membaringkan tubuhnya. “Sekarang kalian diam saja, Oom akan memberi sesuatu pengalaman baru seperti yang kalian tonton waktu Oom sama Nita. Kalian tinggal menikmati saja sambil menutup mata kalian biar lebih konsentrasi.” Sengaja aku menjatuhkan pilihan pertama pada Lusi. Perlahan-lahan kubuka celana dalamnya, kakinya agak menegang. Sedikit demi sedikit terus kutarik ke bawah. Segundukan daging mulai terlihat. Detak jantungku kembali berdegup cepat. Dan lepaslah celana dalamnya tanpa perlawanan lagi. Gundukan bukit kecil yang bersih, dengan bulu-bulu tipis yang mulai tumbuh di sekelilingnya, tampak berkilatan di depanku. Sedikit kurentang kedua kakinya hingga terlihat sebuah celah kecil di balik bukit itu. Lalu dengan kedua jempol kubuka sedikit celah itu hingga terlihat semua isinya. Aku sampai menelan air liurku sendiri demi melihat liang kewanitaan Lusi. Kudekatkan kepalaku agar pemandangannya lebih jelas. Dan memang indah sekali. Aku tak bisa menahan lagi, segera kudekatkan mulutku dan kulumat dengan bibir dan lidahku. Rakus sekali lidahku menjilati setiap bagian liang kewanitaan Lusi, rasanya tak ingin aku menyia-nyiakan kesempatan. Dan tiap lidahku menekan keras ke bagian yang menonjol di pangkal liang kewanitaannya, Lusi mendesis kegelian. Kombinasi lidah dan bibir kubuat harmonis sekali. Beberapa kali Lusi mengejangkan kakinya. Aku tak peduli akan semerbak bau yang khas memenuhi seputar mulutku. Malah membuat lidahku bergerak makin gila. Kutekankan lidahku ke lubang liang kewanitaan Lusi yang sedikit terbuka. Rasanya ingin masuk lebih dalam lagi tapi tak bisa, mungkin karena kurang keras lidahku. Hal ini membuat Lusi beberapa kali mengerang keenakan. “Aduhhh.. Oommm.. enakkk sekali.. terusss Oomm.. ohhh…” Mulut Lusi mendesis-desis keenakan. Dan setiap lidahku menerjang liang kewanitaannya, Lusi menghentakkan pinggulnya ke atas, seakan ingin menenggelamkan lidahku ke dalam liang kewanitaannya. Banyak sekali cairan kental mengalir dari liang kewanitaannya, dan seperti kelaparan aku menelan habis-habisan. Persis seperti orang sedang berciuman, cuma bedanya bibirku kali ini mengunyah bibir liang kewanitaan Lusi hingga mulutku berlepotan lendir. Ita yang berbaring di sebelah Lusi tampak gelisah, beberapa kali kulihat dia merapat-rapatkan pahanya sendiri. Rupanya dia ikut hanyut melihat permainanku. Diantara mereka berempat, dia memang yang tercantik. Karena itulah mungkin yang membuatnya sedikit genit, lebih matang, dan lebih ‘berbulu’. Hebat nian, anak SMP liang kewanitaannya sudah selebat itu. Sambil mulutku bermain di liang kewanitaan Lusi, sedari tadi mataku terus memperhatikan liang kewanitaan Ita. Beberapa kali tanganku ingin meremasnya tapi kuatir kelakuanku bisa mengecewakan Lusi. Habis kalau dia ngambek bisa berantakan. Sebagai kompensasinya tanganku meremasi kedua payudara Lusi yang kecil dan nyaris rata dengan dada. Putingnya yang lembut kugosok-gosok dan kupencet. “Lus, udah dulu yahh, nanti lain kali Oom lanjutin lagi, yahh.” kataku sambil megecup bibirnya. Yang diajak ngomong tidak menjawab, cuma wajahnya jadi merah seperti kepiting rebus. Sekali lagi kukecup di keningnya. Segera aku bergeser ke sebelah dan langsung menindih tubuh Ita. Ita yang cantik. Ita yang seksi. Walau tengah terlentang, payudaranya tetap tegak ke atas dan diperindah dengan puting yang besar. Kudekatkan bibirku ke bibirnya, langsung menghindar. Barangkali tak tahan mencium aro

Cerita Plus Kenikmatan Tiada Henti

Cerita Bokep Kali ini admin beri judul :

Cerita Plus Kenikmatan Tiada Henti 

Kisah ini juga true story di mulai saat Winda seorang ibu muda, 26 tahun yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak berumur 1 tahun di tempatkan di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman-Sumatera Barat. Kabupaten ini terkenal dengan magisnya yang kuat, terletak di pesisir selatan Sumatera Barat. Demi karirnya di sebuah Bank swasta pemerintah, ia terpaksa bolak balik Padang - Lubuk Sikaping tiap akhir minggu mengunjungi sang suami yang menjadi dosen pada sebuah Universitas di kota Padang.

Awal Winda mengenal Johan sejak Winda kost di rumah milik kakak perempuannya. Winda tidak begitu kenal dekat, Winda hanya menganggukkan kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik rumah tempat kostnya, Winda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang Winda kenal. Winda tahu diri sebab Winda adalah pendatang di daerah yang cukup jauh dari kota tempat Winda bermukim.

Begitu juga dengan latar belakang Johan Winda tidak begitu tahu. Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka terjadi di saat Winda akan pulang ke Padang.

Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Winda tengah menunggu bis yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul 17.50, bis tak kunjung juga lewat. Winda jadi gelisah karena biasanya bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang, Winda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari Bukittinggi.

Kegelisahannya saat menunggu itu di lihat oleh ibu pemilik kost Winda. Ia lalu memanggil Winda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga mau ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan sedikit basa basi Winda berusaha menolak tawarannya itu, namun mengingat Winda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang.

Selama perjalanan Winda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Winda ketahui bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Winda juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Winda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun memberikan tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Winda yang di besarkan dalam keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir.

Windapun bercerita juga tentang pekerjaannya di bidang perbankan dan suka dukanya. Iapun sempat memuji Winda yang mau di tempatkan di luar daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.

Winda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta.

Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Winda sempat bertanya tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya .Istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka menelantarkan keluarga. dan Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia bercerai dengan lengkap. Padahal bagi Winda saat itu, hal itu tidaklah begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Winda sampai di dekat rumahnya di Padang.
Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suami dan suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.

Semenjak Winda mengenal Johan, Winda akhirnya sering menumpang truknya ke Padang. Winda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan Johan, mereka masih dalam batas - batas yang di tentukan norma masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka singgah untuk makan dan Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya menjadi tanggungannya. Winda tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang udah gratis ,makan gratis pula??

Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Winda bersama Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Winda juga ikut menumpang, lalu dari Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika jadi istri, juga sikapku yang baik dimata ibu kost kakaknya itu. Terkadang Winda sering membawakan oleh-oleh untukt ibu kostnya jika pulang, terkadang Winda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak seberapa namun ia amat senang.

Selama 2 bulan itu Winda selalu bersama Johan jika ke Padang. Mulailah Johan bersikap aneh. Kini dia jadi sering bicara jorok dan tabu. Juga ia mulai berani bertanya tentang gimana Winda berhubungan dengan suami, berapa lama suaminya bisa bertahan dan berapa kali Winda berhubungan selama seminggu.Pertanyaan-pertanyaannya ini tentu saja membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda kadang berusaha untuk pura-tidur tidur jika ia mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak pantas itu. Meskipun ia mulai aneh dan bicara tentang hal-hal yang cabul itu. Winda bersyukur hingga saat ini Johan tidak macam macam kepadanya. Winda menyadari mungkin Johan sedang stress akibat hidupnya yang sendiri itu, namun Winda tidak menanggapinya, dan seperti angin lalu saja.

Hingga sampailah saat Winda pulang dengannya untuk kesekian kali, ia berusaha memegang jemari tangannya. Winda tentu saja kaget dan cemas, sekaligus takut. Winda langsung menarik tangannya dari genggaman Johan.

“Da jaan da, Winda alah balaki dan punyo anak ketek, apo uda ndak ibo membuek Winda kecewa (bang jangan bang…. Winda punya suami dan anak yang masih kecil,,apa abang tega membuat Winda kecewa)?” ucap Winda. Winda juga mengancam akan mengadukan perlakuannya itu kepada kakaknya. Johanpun lantas melepaskan tangannya yang akan kembali meraih jemarinya. Winda juga berkatag padanya.
“Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai ( Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)”. Hingga Winda sampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda masih kesal.Diapun sepertinya agak takut. Namun Winda tidak tahu apa yang membuatnya jadi seperti tadi.

Hampir selama sebulan ini Winda tidak melihat Johan di rumah kakaknya, namun truknya masih nongkrong di halaman samping rumah induk itu. Selama itu Winda pulang naik bis yang kadang transit di Bukittinggi. Winda tidak tahu kemana ia pergi, namun Winda menanyakan pada ibu kosnya, dan Winda di beri tahu bahwa Johan sedang mengunjungi mantan istrinya untuk menjenguk anaknya. Windapun larut dengan rutinitasnya seperti biasa.

Namun hatinya yang tadinya kesal, dongkol dan marah kepada Johan tanpa sadari Winda perasaannya mulai berubah. Tiba - tiba saja Winda malah sangat ingin bertemu dan ingin numpang pulang dengan truknya. Ya, Winda seakan rindu berat.

Hari jumat sore itu dengan masih mengenakan pakaian kerja dan penutup kepala, Windapun mau saja diajak pulang bareng dengan Johan yang mengantarkan muatan truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah lima. Lalu dalam perjalanan lelaki berbadan tegap tersebut kembali bicara itu, tentangg hubungan laki-laki dan perempuan serta sifat perempuan yang memiliki libido tersembunyi. Juga kekuatannya berhubungan badan dengan lawan jenis. Winda malah mendengar dengan seksama dan sesekali memberi komentar. Mungkin saja karena lama tidak tersalur atau laki - laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan badan, juga mungkin bantuan obat pemanbah perkasaant pria, komentar Winda. Sepertinya wanita muda tersebut tidak peduli lagi akan omongan joroknya Johan.

Hingga senja. Sekitar jam 7 lewat mereka turun mampir di rumah makan di pinggiran jalan di Bukittinggi untuk beristirahat sejenak sambil mengisi perut. Anehnya saat itu Winda membiarkan saja saat tangannya di gandeng oleh Johan. Mereka makan dengan lahapnya. Dan setelah makan mereka berkemas dan berangkat untuk melanjutkan perjalanan menuju Padang

Mobil mulai jalan meninggalkan rumah makan. Pas melalui daerah Bukit Ambacang daerah yang dulunya tempat pacuan kuda itu mungkin karena perut udah kenyang, dan dinginnya udara malam yang berembus dari celah kaca mobil, Winda jadi mengantuk. Winda menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil, tetapi karena jalan yang tidak rata, kepala Winda sering terantuk. Lalu Johan menawarkan, supaya Winda tidak terantuk kaca agar Winda mendekat kearahnya, dan bersandar di bahunya.

“Win…daripado adiek ndak bisa lalok, labiah elok cubo sanda an kapalo di bahu uda (Winda daripada ga bisa tidur , lebih baik rebahkan kepalamu di bahu abang)” kata Johan.
“Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok-elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang,,kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik.apalagi ini malam bang)” kata Winda menolak dengan halus dan tidak mau mendekat padahal saat itu Winda telah ngantuk berat.

Dengan sebelah tangannya Johan meraih tangan wanita muda itu dan menariknya agar mendekat, dan makin mendekat hingga duduk mereka menjadi menempel bersisian dan hanya di batasi handel persneling mobil. Winda akhirnya menurut dan merebahkan kepalanya di bahunya lelaki tersebut. Winda terlelap sesaat. Padahal hati kecil Winda saat itu berbisik bahwa itu salah besar, dan Winda mengetahui itu amat sangat tidak boleh. Namun Winda juga merasakan dorongan yang jauh lebih besar untuk membiarkan itu terjadi.

Saat terpejam dan dalam keadaan setengah tertidur itu tanpa Winda menyadari, tiba-tiba sebuah kecupan menerpa pipi dan bibirnyanya. Wanita muda itu kaget dan langsung bereaksi. Langsung ia menolakkan muka Johan dengan tangannya. Johan pun menghentikan kecupannya meskipun tangan kirinya masih merangkul bahu Winda agar tetap rapat menempel pada dirinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu kirinya dan mengingatkan agar ia konsentrasi ke jalan.

“Da sadarlah da, iko kan di jalan raya bisa cilako beko, caliak tu mobil lain kancang-kancang (Bang sadar bang ini jalan raya bisa kecelakaan, mobil lain pada ngebut tuh)” kata Winda mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali berkosentrasi mengemudikan truknya..

Tak lama kemudian saat truknya berjalan perlahan karena macet di daerah Padangpanjang, saat Winda yang masih merebahkan kepalanya pada bahu Johan, terkejut karena tiba-tiba saja karena bibir berkumis Johan menghampiri bibir tipisnya dan mengecupnya sekilas. Winda langsung terbangun dan duduk kembali menjauh dari bahunya. Perasaannya sangat dongkol tidak bisa berkata-kata apalagi berbuat kasar

” Eh da Johan ko ndak mangarati juo, Winda mintak jaan di ulangi, badoso da, apo kato urang beko kalau mancaliak tadi (Eh bang Johan ini tidak juga ngerti, Winda mohon jgn di ulang lagi ini, dosa bang apa nanti kata org jika lihat kita saat itu tadi)?”. Namun, Johan sang sopir dia tetap santai-santai saja, seakan-akan Winda mengizinkan Johan berlaku demikian
” Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)” jawabnya sambil meminta maaf.

Kembali wanita muda tersebut diam membisu selama perjalanan, tidak menggubris apapun yang Johan katakanKembali tangan kiri Johan meraih bahu Winda untuk mrengkuhnya agar kembali rebah pada bahunya. Selama perjalanan itu Johan tidak lagi menciumi Winda, hanya meremas remas jari lentiknya dan mengecupi kepalanya yang masih mengenakan penutup kepala. Rasa hangat dan nyaman menghampiri perasaan Winda saat itu.

Hingga…
Saat truk mereka memasuki wilayah jalan by pass yang gelap itu dekat simpang bandara yang baru sekarang ini, lelaki itu melambatkan laju truknya dan kembali menciumi dan melumat bibir wanita muda itu. Hanya saja herannya Winda malah membiarkannya saja. Jujur diakuinya ada desir-desir gairahnya yang mulai bangkit. Lalu Johan menghentikan truknya di tengah jalan dan kembali… menciumi, melumat bibir sebelah bawah milik Winda kembali dengan lebih bergairah. Tangan kanannya mulai naik meraba menemukan bukit padat yang membusung terbungkus di dada wanita muda tersebut . Meremasnya perlahan. Winda diam, matanya terpejam dan menikmati betapa gairahnya yang telah terbit kembali meluap. Dalam keasyikan mereka tersebut.

Tiba-tiba…
Ada cahaya dari lampu mobil dari arah berlawanan menyorot kepada mereka. Dan langsung Johan menghentikan aksinya, lalu kembali pada posisinya menjalankan mobil tersebut hingga rumah wanita muda tersebut. Sesampainya di rumah, Winda masih saja terbayang akan perlakuan Johan pada dirinya. Untunglah saat itu suaminya sedang berada di Jakarta dan takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut. Hingga pada waktu tidur pada malam itu Winda bermimpi melakukan hal yang sama hingga ia disetubuhi oleh Johan. Dalam mimpinya ia merasa amat puas, puas yang berbeda sekali saat ia melakukan dengan suaminya.

Kembali kini Winda ke Pasaman, dan bekerja seperti biasanya. Telah 3 minggu ini ia tak bertemu Johan. Kata kakaknya Johan sedang ada muatan ke Pematang Siantar. Winda sangat berharap untuk bertemu. Dirinya dilanda rindu yang sangat merajam perasaannya. Winda seolah-olah menjadi seorang remaja putri yang amat rindu pada kekasih saat itu. Membuat pikirannya hanya tertuju pada Johan seorang.

Beberapa minggu kemudian mereka bertemu dan kembali berangkat bersama saat Winda hendak pulang ke Padang. Saat di perjalanan Johan minta Winda untuk melepas kacamata Winda. Winda heran kenapa dia meminta Winda melepaskan kacamata?

“Uda taragak mancaliak mato diek Win indak mamakai kacomato (Abang ingin melihat mata Dik Win tidak mengenakan kaca mata) .” kata Johan. Windapun menurut lantas melepas dan menyimpannya dalam kotak dan kemudian memasukan dalam tas miliknya. Sepanjang perjalanan itu Winda tidak mengenakan kacamata. Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu Winda, menariknya agar duduk berdekatan. Winda yang tidak ngantuk bergeser mendekati dan karena merasa tidak enak dengan hawa kaki lelaki itu dari bawah dashbord dekat stirnya itu kemudian menegakkan kepalanya dan tidak rebah dibahu Johan.

Dan kembali dalam perjalanan menuju Padang Panjang Johan meminta Winda melepas penutup kepalanya

” Win uda taragak mancaliak rambuik Winda, salamo iko uda alun pernah mancaliaknyo, sabanta sajonyo, kan hanyo diateh oto iko, ndak ado do nan ka maliek (Win..abang ingin melihat rambut Winda…selama ini abang belum pernah lihat.sebentar aja Win, kan hanya di atas truk ini, tidak ada yang akan lihat)” katanya. dengan alasannya ia sudah sangat lama ingin melihat rambutku.
“Jaan daa, Winda alah barumahtanggo.. punyo anak.. Winda taragak manjadi ibu jo istri nan elok.., sabab uda beko bisa barubah pangana.., Winda kuatie da (jangan lah bang,Winda sudah berkeluarga,juga punya anak, jadi Winda ingin, jadi ibu dan istri yang baik, sebab jika Win buka kerudung, nanti,abang bisa berubah pikiran, Winda kuatir bang)”. Winda merasa keberatan, sebab merasa amat telanjang jika kerudungnya lepas.
“Alaa, Diek Winda jaan takuik ka uda, uda kan indak jaek, apolagi uda sayang bana ka Winda, walaupun alah punyo laki jo anak (Ala..Dik Winda jangan takut ama abang, abang kan bukan orang jahat, apalagi abang amat sayang pada Winda,meski abang tau Winda sudah punya suami dan anak)” kata Namun Johan menyakinkan. Winda bahwa ini hanya sebentar. Lalu Windapun meluluskan permintaannya. Penutup kepalanya dilepas dan di taruh, di pangkuannya sendiri.

Tangan kiri Johan naik dan membelai rambut Winda, dari atas lalu turun ke tengkuknya yang di tumbuhi rambut halus.

“Uda suko mancaliak bulu roma di kuduak diek Win (abang suka melihat rambut halus di tengkuk dik Win) ” ujar Johan.
“Harum bana (sangat wangi)” lanjut lelaki tersebut seraya menarik leher wanita muda itu mendekat kearah wajahnya. Dan mencium tengkuk berbulu halus itu. Winda merasa geli dan merinding, sebab gairahnya mulai terpicu. Lalu ia merebahkan kepala Winda di bahunya di sepanjang jalan yang macet, pada penurunan Lembah Anai tersebut. Sesekali ia meraba pipi wanita muda tersebut
“Pipi diek Win aluih jo barasiah (Pipi dik Win halus dan bersih)” tambah Johan. Winda diam saja.
“Biasalah laki – laki, suka menyanjung. Seperti biasa dilakukan suamiku sebelum menciumi aku” batin Winda.

Winda pun lalu berusaha memicingkan matanya. Namun saat laju mobilnya terhenti karena macet Johan mencoba menciumi pipi kirinya terus turun hingga menemukan bibir tipis yang tersaput merah dan mengecupnya sesaat. Winda berusaha mengatupkan bibirnya namun tangan kanan Johan berusaha masuk kedalam kaos panjang lengan putih bergaris pakaian atasnya itu melalui bawah kaos. Tangan lelaki itu menyentuh pembungkus dadanya yang membusung. Winda memejamkan matanya

“Uhhh…..desah wanita muda itu perlahan. Sehingga Winda tidak dapat berbuat apa apa selain hanya menikmati dan larut karena tangan kanannya saat itu masih memegang penutup kapalanya di pangkuan. Beberapa saat kemudian Johan menarik tangannya dan kembali melajukan truknya menuju arah Sicincin saat macet telah berakhir.

Saat di jalan Sicincin itu mobil saat itu berjalan perlahan karena macet, meski tangan kirinya di stir Johan dengan tangan kanannya merengkuh wajah Winda, dan tiba-tiba saja bibir wanita muda tersebut di lumatnya. Winda langsung saja terpana dan kaget, mukanya memerah. Namun Winda tidak bisa marah karena rasa nikmat yang mulai timbul .. Akhirnya Johan melepaskan bibir merah milik Winda. Namun tangan kiri Johan kini meremas jari lentiknya. Sehabis jari wanita muda itu di remasnya, tangannya mulai merayap masuk ke dalam melalui belahan atas kaos kaos panjang lengan yang bergaris putih yang saat itu ia kenakan berpadu dengan celana panjang. Winda sadar dan menahan laju tangan tersebut dengan tangan kirinya. Saat itu baru bagian perutnya yang tersentuh oleh tangan Johan. Terasa hangat dan kasar. Tangan Johan lalu keluar dan dia kembali asyik dengan stir.

Saat memasuki jalan by pass..
Jalanan gelap sekali hanya beberapa tempat saja yang di terangi lampu jalan, Johan menepi dan menghentikan truknya di pinggir jalan.

“Ko baranti da (kenapa berhenti bang)?” tanya Winda bingung.
Johan diam saja tak menjawab, dan kembali merengkuh bahu wanita muda tersebut. Menariknya mendekat kearahnya. Dan diatas mitsubishi colt berwarna kuning tersebut bibir Winda kembali dikecupnya. Tidak saja di kecupnya, kuluman dan lumatan juga dilakukan Johan pada bibir lembut wanita cantik tersebut. Mengelitiki setiap ujung bibir tipis tersebut dengan tekun. Sedikit demi sedikit gairah dalam tubuh wanita muda tersebut bangkit. Winda membalas setiap lumatan bibir Johan, membuka mulutnya memberikan keleluasaan pada lidah Johan untuk menikmati kebasahan di dalamnya. Lidah mereka saling berpilin, membelit di dalam. Tangan kanan Johan merayap masuk kedalam kaos panjangnya melalui bagian bawahnya, bergerak naik keatas menemukan bukit membusung padat di sebelah kanan lalun meremas dan memijit bukit padat milik Winda tersebut dari luar bahan pembungkusnya. Wanita muda tersebut seolah tak mampu menolaknya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan, namun keinginannya di kalahkan oleh hasratnya yang telah terpicu. Dirasakannya begitu hangat dan cekatan tangan lelaki itu mengirimkan berjuta-juta sengatan birahi disana. Tubuh indahnya mulai menggeliat-geliat dalam dekapan Johan di dera nikmat pada sekujur pori - porinya. Selang sekitar 25 menit kemudian Johan menghentikan perbuatannya.

“Indak usahlah disiko, daerah iko agak angek, acok tajadi parampehan (Jangan disini, daerahnya rawan sering terjadi perampasan)” ujarnya kuatir kemudian.

Winda diam, membenahi pakaiannya mulai dari kaos dan penutup kepalanya, juga membenahi napasnya yang sempat memburu disertai gairahnya yang sempat meninggi. Lagi pula persimpangan arah ke rumahnya telah dekat. Mobil Mitsubishi kuning itu pun kembali bergerak. Winda terdiam selama perjalanan menuju persimpangan rumahnya. Ada penyesalan dalam dirinya saat itu bisa terlibat sejauh itu, namun seakan terhapuskan rasa yang timbul akibat perlakuan lelaki tersebut pada dirinya. Begitu sesampainya Winda di rumahnya sekitar pukul setengah sepuluh malam itu Winda langsung mandi. Ternyata suaminya masih berada di kampus.

Malam itu Winda sempat bersetubuh dengan suaminya Winda heran malam itu ia kurang bergairah seolah hanya terpaksa menjalankan kewajiban saja.

“Alah lamo awak indak bahubuangan diak (sudah lama kita tidak berhubungan dik)” kata suaminya. Winda merasa berhutang pada suaminya karena memang dalam minggu ini mereka belum pernah berhubungan badan. Dengan enggan Windapun menuruti keinginan suaminya. Di ranjang mereka malam itu ditengah kesibukan suaminya mengayuh biduk asmara mereka, tiba-tiba datang sekelebat bayangan berupa sosok Johan .Langsung gairah dan nafsunya mereda. Winda langsung kehilangan gairah di tengah pergumulan mereka, namun demi menjalankan tugasnya sebagai istri, maka Winda berpura-pura menikmati hubungan itu hingga selesai.

Aktifitas Winda kembali seperti biasa hingga ia kembali ke Pasaman, daerah tempat bekerjanya. Dan bekerja seperti biasanya.

Hari itu hari Selasa. Saat ia pulang ke kost-anya. Didapatinya rumah dalam keadaan kosong. Rupanya sang ibu kost beserta suaminya berangkat ke Palembang mengunjungi salah seorang anaknya di sana. Dan praktis hanya Winda yang berada di rumah itu. Johan dan juga tak kelihatan. Besoknya pada hari rabu Johan muncul namun tidak dengan truknya.

“Oto sadang di pelo-an di bengke (truk sedang diperbaiki di bengkel) ” ujarnya Johan menerangkan pada Winda saat menanyakan truknya. Malam itu Johan mengajak Winda.

“Win ..alah makan Win (Win udah makan Win)?”tanya Johan.
“Alun lai da (Belum bang)” sahut Winda.
“Kalua awak makan lah, ado tampek nan rancak untuk makan daerahnyo dingin jo tanang (Ayo kita makan keluar, ada tempat makan yang bagus, daerahnya dingin dan sepi) terang Johan mengajak wanita muda tersebut.
“Ndak baa do da (Boleh bang)” sahut Winda.
“Tapi jan lamo - lamo yo da (Tapi ga lama kan bang)?” sambung Winda kembali.

Lalu Windapun masuk ke kamarnya dan berganti pakaian. Mengenakan kaos panjang lengan berwarna merah muda dan jaket serta bawahan celana panjang berbahan katun hitam kemudian berangkat bersamanya. Kebetulan ada mobil kakaknya yang ditinggal. Sebuah toyota starlet berwarna merah. Mereka berangkat sekitar jam 7 malam itu. Tempat yang mereka tuju terletak agak jauh arah ke Medan tetapi masih di wilayah Lubuk Sikaping sekitar 1 jam perjalanan dari ibukota kabupaten tempat tinggalnya. Saat itu Johan mengenakan kaos oblongnya dan jeans biru

Mereka makan di sebuah warung makan yang terbuat dari anyaman bambu menyerupai saung yang dinding setinggi tertutup setinggi bahu orang dewasa. Mereka makan ikan bakar dan duduk secara lesehan. Winda berada pada sisi kanannya Johan. Memang tempatnya amat romantis, apalagi saung itu lampunya redup dan bunyi jangkrik, meningkahi suasana makan mereka. Mereka makan, berbincang, bercanda dan sesekali saling menyuapi. Setelah makan mereka duduk bersantai.

Mereka mulai saling berciuman, saling berpelukan erat. Winda terlena oleh suasana. Winda rebah di pangkuan pada paha kirinya Johan.

Winda memegang lengan Johan. Wajah mereka saling tatap dalam senyuman. Perlahan Johan membelai wajah wanita muda tersebut. Merabai kehalusan kulitnya. Wajahnya menunduk turun mendekati wajah Winda. Winda merasakan jantungnya berdegup kencang Johan mengecup kepala Winda yang masih tertutup, turun kekeningnya terus ke pipi yang licin dan bergerak naik menjumpai sepasang bibir lembut yang memerah. Di kecupnya perlahan. Winda memejamkan matanya saat bibir berkumis lelaki itu mulai melumat bibir tipisnya. Awalnya Winda hanya diam namun akhirnya Winda mulai menerima dan bereaksi dan ikut arus lumatannya. Ada hawa kuat yang menggiringnya untuk mengikuti alunan gairah yang diberikan Johan.

Lidah mereka telah saling belit dalam kebasahan mulut Winda. Sedangkan tangan kiri Johan telah mulai merayap. Awalnya mengelus leher bagian dalam terus turun masuknya lewat lobang krah ke arah dada dan masuk kebalik bra dan meremasputing bukit padatnya yang membulat dengan perlahan. Rabaan tangan kanan Johan merayap di sepanjang batang paha Winda mengelusnya bergantian paha kiri dan kanan tak terlewatkan meski kedua kaki Winda tetap rapat. Menurun pada bagian dalamnya dan mengelusnya dengan lembut. Lecutan gairah segera meletup dalam diri Winda. Napasnya mulai memburu, tersengal -sengal.

Kurang lebih 1 jam kemudian baru mereka pulang ke rumah. Saat di mobil kejadian itu terjadi lagi pada perjalanan pulang sekitar 5 menit. Mobil starlet merah itu sengaja di hentikan Johan. Didalam mobil itu masih di kursi depan Johan kembali meraba dengan tangan kirinya. wajah dan terus ke dada Winda yang saat itu masih terbungkus kaos panjangnya. Johan pun melumat bibir tipisnya. Winda hanya bisa diam meski lidah Johan dengan leluasa telah mengait-ngait lidahnya dalam mulutnya… agak lama…. sebelah tangan Johan lalu berusaha masuk kedalam celana panjang katun yang Winda kenakan, tangan kiri itu menyelinap masuk dan mulai menyentuh bagian kewanitaannya diluar pakaian dalamnya Winda seperti tersengat… geli. namun Winda menariknya kembali tangan tersebut beraksi beberapa saat.

“Jaan lah da… ,Winda alah punyo laki jo anak (jangan bang Winda udah mempunyai suami dan anak)” ujar Winda lirih.
“Winda malu…”tambah Winda mencoba menahan keinginan Johan saat itu disela –sela napsunya yang telah bangkit hampir membakar dirinya.

Johanpun menurut dan kembali menghidupkan mesin mobil berangkat menuju rumah. Dan begitu sampai mereka langsung masuk rumah. Winda masuk kerumah pavilunnya dan terus masuk ke dalam kamar. Sedangkan Johan pergi lagi, ada urusan katanya. Padahal saat itu Winda sudah sangat terangsang, batinnya menuntut pelepasan dan kalaupun dia datang menemuinya kembali untuk menuntaskan apa yang mereka telah mulai… Winda pun takkan kuasa menolak rasanya. Tetapi tampaknya Johan memang tengah berusaha memancingnya. Paginya Windapun kembali menjalankan aktifitasnya di kantor seperti biasanya

Malamnya, malam Jumat itu mereka kembali makan malam bersama diluar namun tidak di tempat kemaren malam itu. Denag arah yang sama ke arah Medan, tapi berbelok kekanan. Suasana tempatnya seperti umumnya restoran, ada beberapa orang singgah untuk makan. Tempatnya juga tidak begitu ramai. Winda maklum Johan mengajaknya ke luar dari kota itu agar mereka tidak di pergoki oleh temannya ataupun teman sekantornya Winda. mereka hanya makan saja, kemesraan mereka tidak seperti kemaren malam. Malam ini mereka hanya saling berpegangan tangan saja. Dan setelah itu mereka langsung pulang.

Sampai di rumah sekitar jam 21.00 WIB.

Winda masuk langsung masuk ke paviliun kamarnya, sedangkan Johan masuk ke dalam rumah kakaknya. Saat Winda telah bersalin pakaian dengan, mengenakan kemeja tidur yang panjang berwarna merah muda dan setelannya berupa celana panjang bercorak sama. Tapi tak lama kemudian terdengar ketukan di pintu pavilunnya. Terdengar suara Johan memanggilnya. Winda menutup rambutnya dengan bergok yang biasa Winda pakai jika ada tamu dan membuka pintu untuk mempersilakan lelaki itu masuk mengingat selain dia adik pemilik rumah mungkin dia mempunyai keperluan yang harus disampaikan.

Rupanya Johan habis mandi malam itu. Terlihat dari rambutnya yang basah dan anehnya ada sedikit bau - bauan yang agak menyengat menyemburat di hidung Winda. Ya, wanita muda itu masih ingat baunya seperti wangi bunga mawar… mereka duduk di ruang depan faviliun itu, bersebelahan pada sofa sudut. dengan Johan berada di sebelah kirinya. Sambil berbincang-bincang apa saja. Tak disadarinya pembicaraan Johan mulai bergeser pada hal yang sangat pribadi dan cenderung intim. Dari pembicaraan mengenai kesepian dirinya setelah bercerai, godaan - godaan saat ia membawa truk keluar daerah, juga bercerita bahwa ia pernah berhubungan dengan wanita di kota yang ia singgahi, termasuk dengan pelayan rumah makan di Medan, juga berkata mengenai keperkasaannya saat bersetubuh katanya cukup mampu melayani wanita itu hingga beberapa kali .

Kemudian Johan pindah duduk disamping wanita muda itu, duduk disebelah kirinya.
Lalu lelaki itu meraih jemari lentiknya dan membawanya ke pahanya. Winda diam tak bereaksi. Perlahan menarik bahu Winda, memutar nya agar menghadap dan menjatuhkan kecupan ringan pada bibir tipis wanita muda tersebut. Winda merasa sedikit jengah langsung menunduk malu sebab itu berlangsung tiba tiba dan mengejutkan dirinya, meskipun hal itu telah diduganya akan terjadi.

Namun… sentuhan bibir saat itu tidak seperti biasanya, Winda merasakan sengatan listrik mengalir pada sekujur tubuhnya. Tetapi Johan terus mengulum dan melumat bibir tipis wanita muda tersebut. Perlahan Windapun mulai membalasnya… menerima bibir lelaki berkumis itu dengan membuka mulutnya, memberikan ruang bagi lidah Johan untuk menerobos masuk di sela –sela giginya yang berbaris rapi. Menikmati betapa lidah kasap itu menggelitik di dalam rongga mulutnya, menemukan lidah Winda yang lancip untuk saling bercengkrama dan saling palun dalam kebasahan mulut Winda. Winda memejamkan matanya menikmatinya.

Lalu tangan Johan naik pada leher Winda, berusaha melepas penutup kepala Winda saat mereka berhadapan. Setelah lepas wajahnya mendekat, napasnya terasa hangat menembus kemeja tidur pada pundaknya. Johan dengan lembut mencium pundak dan di bagian belakang leher wanita muda berkulit putih tersebut. Sambil mendorong perlahan agar wanita muda itu rebah di sandaran sofa. Winda larut dalam dekapan dan cumbuan lelaki gagah itu. Ia semakin… terlena… pasrah.. lemas… menyerah pada birahi yang timbul oleh perlakuan Johan pada dirinya kemanapun arah yang diingininya.

Tangan Winda memegang bahu Johan yang tengah menahan kepala Winda dengan kedua tangannya. Sambil terus saling lumat dan kulum itu… tangan kanan lelaki tersebut turun dari belakang kepala dengan perlahan, menyusuri bahu yang telah terbuka, melewati belikatnya dan menemukan bukit membusung padat di dada wanita muda tersebut. Masih dari luar tangannya mulai meremas bukit padat yang terbungkus itu. Dengan sedikit kasar ia memilinnya…!!!Wajah dan tubuh wanita muda itu mulai berkeringat. Kehangatan bara birahi yang dialirkan oleh perlakuan Johan pada dirinya mulai membakar setiap titik syaraf kewanitaannya.

Tangan kanan Johan kemudian turun… merasakan hangatnya perut yang terselimuti pakaian… terus turun menemukan ujung bawah kemeja tidur wanita berkulit putih tersebut… menyelinap kebaliknya dan naik menyusuri perut terus ke atas. Menyelinap ke balik pembungkus bukit membusung di dada Winda. Meremas dengan lembut beberapa kali lalu memjit putiknya dengan intens.

“Ohh…..” Winda mendesah… matanya terpejam dikarenakan rasa malu dan rasa nikmat yang bercampur baur… Tubuhnya serasa terbang melayang lepas dari tempat berpijaknya. Kedua tangan Winda semakin erat memeluk leher Johan. Bibir Johan merayap turun dan menciumi leher jenjang yang mulai basah… basah oleh keringat. Bibir berkumis lelaki itu menjejali lehernya dengan gigitan-gigitan kecil yang kurang pahaminya, namun membuat Winda semakin larut…

Sementara itu tangan kiri Johan telah berada pada pertemuan paha wanita muda itu… meski diluar saja dan tidak masuk kedalam celana tidurnya… Winda amat kaget dan tubuhnya terlonjak kaget… serasa tersengat listrik… Tangannya meraba raba mengelus… dengan lincah meskipun pada posisi kaki Winda yang masih merapat. Winda meraih tangan tersebut berusaha melepaskan tangan lelaki itu pada pertemuan pahanya. belum pernah di perlakukan demikian oleh lelaki manapun termasuk suaminya. Johan menurut dan menarik tangannya dan menjauh dari Winda.

Kembali mereka duduk lagi seperti biasa.. begitu juga Winda pun kembali duduk sewajarnya. Johan bangkit melangkah keluar kembali ke rumah kakaknya. Beberapa saat kemudian kembali dengan sebotol air putih beserta 2 gelas beling. Menuangkan air putih tersebut dan memberikannya segelas pada Winda. Dia meminum air tersebut begitu juga Winda. Tubuhnya yang telah menghangat dan berkeringat oleh percumbuan barusan membutuhkan penawar menyegarkan.

Kemudian Johan berdiri, melangkah ke pintu dan menutupkan pintu paviliun tersebut sekaligus menguncinya… dari dalam. Melangkah menghampiri Winda yang masih duduk dan menariknya agar berdiri. Winda menurut dan seakan jadi manusia idiot yang mau saja saat di bimbing lelaki gagah itu ke dalam kamar tidurnya sendiri. Sesampainya dikamar, Johan menutupkan pintu kamar dan menghidupkan lampu tidur yang bersinar temaram. Winda di dudukan oleh lelaki itu dipinggiran ranjang dari besi yang sudah lama dan bermodel antik … diatas spreinya yang berwarna putih. Johan lalu berdiri dan melepas kaos putih berlengannya hingga ia tinggal bercelana santai yang pendek saja….

Kembali dihampirinya wanita muda, meraih dagu lancip Winda dengan tangan kanannya dan menjatuhkan kecupan pada bibir tipis itu. itu Kecupan itu berubah menjadi lumatan dan kuluman menghisap bibir tersebut hingga membuat Winda hampir kehabisan napas sehingga terpaksa membalas karena lidah Johan telah menyelusuri bagian dalam mulutnya… Johan berhenti… memberikan waktu bagi wanita muda itu untuk mengatur napasnya yang tersengal sengal.

Tangan Johan meraih kancing kemeja tidur wanita muda berrkulit putih tersebut. Mencoba melepaskannya dengan perlahan satu demi satu. Winda menahan laju tangan lelaki itu dengan tangannya. Johan tak menggubrisnya dan tetap melakukan hal itu. Setelah kancing tersebut lepas semuanya, disibakkannya kemeja tidur tersebut pada bahunya sehingga bahan tersebut meluncur turun… lepas dari tubuh pemakainya.. dan langsung jatuh ke lantai. Praktis tubuh mulus atas Winda telanjang…!!! hanya sebuah kalung yang biasa dipakainya dan dua cup menutupi bulatan padat yang membusung di dadanya

Johan mulai mengecupi bahu telanjang wanita berkulit putih itu.

“Ohh……” Winda mengeluh, tangannya terpaku pada pinggiran ranjangnya… ada rasa geli..dan gairah yang datang menghampirinya lewat ciuman itu. Ciuman itu merayap ke leher jenjangnya dan turun menyusuri belikatnya ke bawah menemukan lembah kedua bukit dadanya yang mulai berkeringat. Lalu tangan Johan merayap ke belakang menemukan kait pengikat benda pembungkus dada Winda. Satu sentakan kecil membuat kait benda tersebut lepas dan membiarkannya meluncur turun meninggalkan tubuh yang sintal dan mulus itu untuk tergolek menemani kemeja tidur yang telah berada di lantai. Winda berusaha memiringkan tubuhnya agar tidak terlalu terekspos pada lelaki itu… namun dengan kedua tangannya yang berada di balik lengkung punggung Winda. Johan mencoba menahan gerakan itu.

Wajah lelaki itu mendekat pada dada Winda. Lidahnya mulai menjilati permukaan licin dada yang membusung indah tersebut. Bergantian bukit yang kiri dan kanan tak satupun tertinggal… hingga akhirnya bibir berkumis itu mampir pada puncak bukit padat di dada Winda. Kepala Winda langsung terlontar rebah kebelakang…!!! Menggigit dan mengulumnya dengan intens… saat ia menggigit… Winda merasa geli dan segera gairahnya terlecut.

“Ahh….”rintih Winda terlepas begitu saja dari bibir tipisnya. Tubuhnya mulai hangat dan berkeringat, menggeliat-geliat dalam dekapan Johan. Tak kuat ia rasakan deraan nikmat yang melanda segenap penjuru tubuhnya. Tubuhnya lunglai dan seiring dengan itu Johan mulai merebahkan tubuh sintal tersebut perlahan di ranjang bersprey putih. Sedangkan kedua kaki wanita itu masih menjejak lantai. Kini Winda terbaring di ranjangnya sendiri… dengan peluh yang muncul di setiap porinya, tersengal-sengal dalam gemuruh nafsu yang telah membubung…!!!

Johan rebah diatas tubuhnya, diantara kedua kakinya yang masih mengenakan celana tidur telah membuka naluriah. Terasa oleh wanita muda pada perutnya betapa sebuah batang mulai mengeras. Kembali bibir dan lidah lelaki itu mencumbui bukit padat milik Winda yang mulai mengeras dalam nafsu… tak ketinggalan wajah… bibir… leher jenjangnya mendapat kecupan… lumatan yang bertubi-tubi… kedua tangan Johan terkadang menggantikan aksi bibirnya pada dada Winda.

“Uhhh……”desah Winda mulai sering terdengar. Rasa nikmat perlakuan Johan pada tubuhnya membubungkan nafsunya pada titik yang tak bisa kembali… kedua tangan Winda hanya bisa meraih dan mencengkeram pada bahu berkeringat lelaki gagah tersebut… bisa dia rasakan betapa dirinya telah basah disana sini… juga pada kewanitaannya yang mulai berdenyut. Lalu Johan bergerak lagi.. diangkatnya tubuh mulus yang telah telanjang hingga pinggang tersebut… menggesernya lebih keatas hingga kedua kaki Winda kini tergolek di atas ranjang bersprey putih tersebut.

Kembali berbaribg di samping kiri Winda, tangan kanan Johan meraih ke bawah, menemukan karet celana tidur wanita muda itu. Mencoba menariknya. Kaget Winda berusaha mencegahnya… tetapi telah terlambat karena karet celananya telah turun hingga lututnya… dan terus turun hingga akhirnya hanya sehelai kain tipis berwarna putih yang telah basah yang masih menutupi pertemuan batang pahanya. Bulu roma Winda berdiri di dera oleh nafsu yang berkesangatan… seakan ikut merasakan apa yang kan terjadi malam itu.

Kini tangan Johan kiri meraba bagian kewanitaan Winda yang masih terbalut itu dengan jarinya… menekan lepitan belahan kewanitaannya yang basah… itu di luar. Sambil kedua tangan Winda hanya bisa mendekap kepala Johan.. Winda berusaha tetap merapatkan kedua batang pahanya. Namun Johan bergerak ke lain arah menemukan karet kain tipis pembalut pertemuan paha Winda, menariknya perlahan.. dan dengan mudah kain yang berbentuk segitiga tersebut lolos dan meninggalkan tubuh pemakainya menyusul pakaian lain yang telah terlebih dahulu lepas. Semuanya berjalan lancar seolah-olah Winda tak bisa kuasa menolak setiap perlakuan Johan.

Semuanya telah terbuka.. tidak ada lagi ditubuh Winda yang masih tertutup…, terbaring telanjang dalam napas bergemuruh dengan tubuh yang berpeluh disana-sini…!!! Bukit padat di dadanya dengan puncaknya yang berdiri tegak mengkilat di di bawah sinar temaram lampu kamar itu. Winda merasa heran saat itu.. hentakan dalam tubuhnya amat mengelora… ingin semuanya terjadi sesegera mungkin..

Lalu Johan berdiri, melepaskan celana pendek dan sekaligus pakaian dalamnya… hingga tubuh tegapnya telanjang. Ada rasa takut… dalam diri wanita muda yang tergolek di ranjang itu saat melihat sosok Johan dengan dada dan tangannya yang berbulu… lebat. Apalagi dengan pakaian yang telah lepas dari tubuhnya saat itu… membuatnya amat kuatir… melihat batang kelelakian yang amat panjang milik lelaki gagah itu..!!! Jujur diakuinya milik suaminya tak berarti di bandingkan dengan milik Johan. Jauh didalam hati kecilnya Winda menyesali kejadian yang tengah berlangsung itu. Ini baru pertama kalinya dalam hidupnya… telanjang di hadapan lelaki lain yang bukan suaminya. Namun gairah… nafsu… dan rasa yang Winda tak dipahaminya itu terus membutakan hati kecilnya saat itu.

Johan mulai merayap naik di atas tubuhnya tak mempunyai pilihan kedua batang paha Winda naluriah membuka memberikan ruang pada pinggul lelaki tersebut untuk menempel. Kembali Johan mengecupi bibirnya dengan bernafsu dan kini Winda tak kalah lincah menyambut bibir dan mulut lelaki itu… Sedangkan tangannya telah bermain di bukit padat di dada Winda. Meremasnya berkali- kali.. kadang menggesek dengan gemas menggunakan kumisnya…

“Ouhh…” rintih Winda. Perasaannya serasa terbang tinggi ke angkasa dengan tubuh menggeliat-geliat bak cacaing kepanasan…Kedua tangan Johan tak henti – hentinya meremas… memilin.. bukit membusung di dada Winda hingga kedua bukit padat itu menegang dengan putik yang mengeras… seolah tegak… membuatnya memerah di setiap permukaan licinnya. Terasakan juga oleh wanita muda itu betapa hangat dan tegapnya batang pejal milik Johan… menyentuh di bawah pusarnya.

Lalu Johan turun dan berlutut bertumpu di atas kasur ranjang. Meraih kedua betis putih milik Winda yang tengah terbuka… mengangkat keduanya keatas. Kemudian lidah Johan meluncur sepanjang kedua kaki Winda, mulai dari ujung kaki hingga ke pangkal paha bagian dalamwanita muda itu tanpa sedikitpun ketinggalan… Lidah kasapnya terasa kasar, kesat dan basah. Winda masih memejamkan matanya menikmati gelombang biraai yang menderu-deru melandanya… kemudian ia terus turun, Winda seakan telah tergolek…kalah… rasa pasrahnya… membuat tubuhnya seolah menerima perlakuan dia saat itu..

Terus Johan membungkukkan wajahnya hingga jatuh pada kewanitaan Winda. Lidahnya masuk… menjilat … lepitan basahnya.. ada rasa hangat, geli, oleh jilatannya itu. Kadang lidahnya menghisap dan mengulum tonjolan sebesar kacang tanah di sana. Winda tidak mampu lagi berkata kata saat itu hanya bisa merintih dan mendesis… dengan tubuh menggeliat- geliat… Telapak tangan Winda berada dikepalanya menggenggam rambutnya dengan gemas…. sebagai tempat berpegang.. kedua kakinya berusaha dirapatkan karena rasa geli yang menghujam namun… terganjal.. kepalanya… rasa basah itu mulai datang dan seakan meledak… Lidah dan bibir masih di lepitannya, tidak ada sedikitpun rasa jijik pada dirinya saat itu..

“Ohh………” dengus Winda. Beberapa saat Winda klimaks… Winda mengejang..!!!. tubuhnya serasa melayang seringan seperti kapas.. Winda basah.. dan terkulai lemas… Johan lalu berhenti, lalu bangkit dan berdiri melangkah pergi mengambil air minum diluar kamar, dan kembali masuk dengan botol minuman dan gelas tadi. ia pun minum, namun tidak… menawari Winda..

Lalu lelaki tegap itu kembali ke tempat tidur, dan berbaring di sampingnya di sisi kirinya. Winda masih terbaring lemas dan berusaha menghirup udara sebanyak banyaknya untuk meredakan gairahnya. Merasakan kewanitaannya basah dan lengket, juga tubuhnya telah basah oleh peluh yang bercucuran di sekujur tubuh telanjangnya mulai dari ujung kaki, paha perut, dada dan wajahnya. Winda telah merasakan kembali klimaks yang lama tak di alaminya, hanya saat… baru - baru menikah hingga bulan ke lima saat mulai hamil.. setelah itu tidak pernah lagi..

“Win adiek pueh..(Win, kamu puas)? Tanya Johan memecah kebisuan diantara mereka. Winda diam dan hanya mengangguk jujur seraya memandang matanya. Melihat pada kedalaman mata tersebut percik nafsu yang membara, berniat sangat ingin menyetubuhinya malam itu.

Kembali Johan meremas dan memilin bukit padat di dada Winda yang telah memerah disana sini. Gairah wanita muda itu yang tadi telah surut kembali memuncak dengan cepat. Lincah sekali ia memperlakukan tubuh wanita muda itu. Dikulumnya bibir tipis itu… Awalnya Winda hanya diam lalu ikut membalas, bibbirmereka saling lumat, kulum.. Tangan kanan Johan… turun ke arah kembali ke kewanitaan Winda. jarinya masuk… mengorek - korek kebasahan yang timbul di sana membuat tubuh Winda terlonjak-lonjak diatas ranjang besi itu. Kewanitaannya mulai basah seolah tau saatnya untu permainan sesungguhnya akan di mulai..

Johan mengangkat kedua paha Winda dan menahan dengankedua tangannya, berlutut memposisikan pinggulnya diantara kedua batang paha wanita muda itu. Winda hanya bisa memejamkan mata, merapatkan kedua pahanya dan menutup kewanitaannya dengan tangannya. Winda merasa ketakutan sekali jika batang pejal Johan yang telah tegak kaku itu akan memasukinya, karena sempat dilihatnya tadi ukurannya saat belum berada pada ketegangan penuh.

“Apo nan diek Winda takuik-an (Apa yang dek Winda takutkan)?” tanya Johan.
“Itu da Winda takuik jo punyo uda tu (Itu bang Winda takut dengan milik abang)” jawab Winda.
“Diek Winda jan takuiik jo punyo uda ndak sakik do (Dek Winda jangan takut dengan kepunyaan abang, ga akan sakit ko) jelasnya berusaha memberikan pengertian.
“Kan Winda,,, alah pernah malahiakan..(kan Winda sudah pernah melahirkan)? Tambah Johan.
“Jadi punyo diek Winda pasti bisa (jadi kepunyaan Winda pasti mampu) katanya lagi menenangkan Winda.
“Winda indak malahiakan normal da, lewat badah sesar, iko ado jajaknyo (Winda tidak melahirkan secara normal bang tapi lewat bedah caesar, ini ada bekasnya) ” sahut Winda sambil menunjukkan bekas jahitan operasinya. Johan terdiam. Winda tau sekali Johan sangat menginginkan…, begitu juga dirinya juga amat sangat menginginkan persetubuhan yang sebenarnya namun rasa takut dapat mengalahkan keinginan Winda saat itu.

“Baiko sajolah, baa kalau awak cubo dulu jo gesekan, siapo tau indak ka mambuek diek Winda kasakiek-an (begini sajalah, bagaimana kalau kita coba dengan gesekan, siapa tau tidak membuat Winda kesakitan)” pinta Johan.
“Uda bajanji indak ka mamaso diek Winda do (Abang tidak akan memaksa dek Winda ko). Tambah Johan.
“Kalau beko taraso sakik, doroang kan sajo badan uda (Kalau nati terasa sakit dorongkan saja tubuh abang) lanjutnya memohon. Dalam bimbangnya Winda mengalah. Mengalah pada permintaan Johan.. mengalah pada nafsunya dan membunuh rasa takutnya terhadap batang tegar milik Johan yang luarbiasa itu Seperti apa dilihatnya pada film – film semasa kuliahnya bersama dengan gengnya.

Winda merasakan jantungnya berdegup keras… menunggu saat – saat pertemuan kelamin mereka. Kini Johan berada di atas tubuh Winda yang terlentang telanjang…!!! Membuka kedua batang paha milik wanita itu dan menekuknya keatas… bersiap untuk masuk… Johanpun mulai… menempelkan… mengesekan ujung membola kepala kejantanannya di belahan kewanitaan wanita muda itu. Awalnya hanya gesekan-gesekan saja, terasa geli .. gatal di pintu kewanitaannya… rasa kaget dan hangat membuat Winda tidak sadar lagi apa yang sedang terjadi….. dan perlahan Johan sambil menggesekkan juga mendorong pinggulnya sedikit demi sedikit, menyebabkan ujung membola kejantanannya menyibakkan lepitan kewanitaan Winda yang telah basah guna memperlancar lajunya, dan mendesak. terus… yang membuatnya makin lama makin masuk… Winda merasakan seperti ada kulit bergesekan ketat.

“Ouhh……” wanita muda itu mengeluh.

Dan secara bertahap masuk di perlancar oleh kebasahan yang timbul dalam kewanitaan Winda Winda menahan dengan tangan gerakan pinggul Johan. Kembali Johan mendorong masuk.. Winda tau batang pejal yang kokoh milik Johan itu telah masuk meski belum seluruhnya baru seperempatnya…… ada rasa sempit dan nyilu di kewanitaannya saat itu.. rasanya penuh sekali. Johan terus memajukan pinggulnya dan melepaskan kedua kaki Winda, meletakkannya di kasur, tangannya kembali ke bukit padat yang membusung di dada Winda… memilin… dan meremasnya kembali. Sedangkan kedua tangan Winda menggengam pinggul lelaki itu… agar jika terasa dan sakit dan nyeri bisa menahan dan mendorong batangnya agar tetap diluar..

Lalu Johan menjangkau bantal yang terletak tidak jauh dari tubuh Winda, Dan mengangkat pinggul padat Winda untuk meletakkan bantal di bawahnya… sementara batang tegarnya masih menancap… Winda merasakan posisinya jadi agak rileks… Johan bergerak kembali. Dengan mata yang di kernyitkan Winda melihat batang tegap milik lelaki tersebut kembali mendesak masuk perlahan. Lalu…. pas semua hampir masuk rasa nyilu mulai datang.. terasakan oleh wanita muda itu otot-otot di dalam kewanitaannya berderik - derik seperti cincin karet yang diregangkan paksa. Kembali Winda menahankan gerakan pinggul Johan dengan tangannya, Johan terus berusaha mendorong.. Winda bersikeras menahan dengan tangannya sehingga posisinya tetap tak berubah.

“Ndak lamo lai diek Win (ga akan lama lagi dik Win)..”ucap Johan sambil terus berusaha mendorong. Winda tidak peduli dan terus bertahan dengan tangannya karena merasakan nyilu dan nyeri…, Winda meringis dan mengernyitkan keningnya…!!! Johan mengalihkan serangannya, meremas-remas kembali dada membusung milik Winda dan menciumi bibirnya dengan gemas bernafsu sekali… Kini kedua tangan Winda lepas dari pinggul lelaki itu dan memeluk punggung lelaki tersebut dan kembali larut dalam deraan nikmat yang membuatnya lengah dan terlena sehingga lupa menahankan pinggul Johan. Johan bergerak kembali mendorong dengan tiba – tiba. Dan seiring rasa sakit yang datang makin menyesakan maka amblaslah seluruh batang pejal milik Johan pada kewanitaan Winda… terbenam didalam tubuhnya.

“Aahhh…….”erang Winda. Matanya memejam menikmati sensasi luarbiasa yang dialaminya saat itu, sakit sekaligus nikmat merajam pertemuan pahanya…!!! Terasa oleh Winda kini paha mereka sudah rapat menempel dan tidak ada jarak lagi..

Johan diam sejenak. Winda merasa nafasnya serasa berat amat… rasanya batang pejal itu menyesak sampai ke ulu hati. Winda mulai membuka matanya memandang mata Johan, mengungkapkan rasa salutnya, dan amat suka caranya memperlakukan dirinya, amat pengertian… sekali

“Indak sakik kan diek Win (Tidak sakit kan dik Win)? Tanya Johan.Winda diam tak menjawab. Kemudian Winda memiringkan wajahnya ke samping, merasa malu dipandangi Johan seperti itu. Kembali Johan masih meraih wajahnya dan menciumi Winda. Terkadang menggigit dengan gemas bukit padat yang membusung telah memerah di dada wanita muda itu. Johan kembali bergerak, menarik pinggulnya hingga akhirnya batang pejalnya yang kokoh perlahan keluar sedikit demi sedikit, perlahan sekali Terasa nyilu dan geli sekaligus…!!! lalu mendorong masuk lagi… mulanya perlahan dan amat terasa nyilu… sekaligus nikmat… Beberapa saat kemudian… ia mulai bergerak makin cepat, naik turun pinggulnya menghujamkan batang tegarnya. Telah lancar memang keluar masuknya pada liang kewanitaan Winda sehingga… seluruh tubuh Winda berguncang

“Ouh….” Rintih Winda berulang-ulang. Iya… Winda malu bila mengingat saat itu terdengar kecipak – kecipuk suara dari benturan pangkal paha mereka… sedangkan tangan Winda sudah lepas dan memegang kain… selimut dengan mata terpejam. Posisi Johan tetap dengan berlutut.. Kini pinggul padat Winda juga bergerak mendesak keatas….!!! menyambut setiap hujaman batang pejal kejantanan Johan pada liang kewanitaannya..Winda pun mulai merasakan ada gelombang besar yang akan meledak didalam tubuhnya..

Tiba-tiba Winda merasa semua menjadi gelap.. tubuhnya melenting keatas… Winda menggigit bibir bawahnya dengan kedua kaki yang menjepit pinggang Johan di belakang tubuh lelaki itu bak tang raksasa. Merasakan… gelombang klimaks datang menggulungnya… melemparkannya ke awang-awang dan kembali terkulai lemas. di atas ranjangnya yang telah kusut., Keringatnya sudah membasahi sprei yang sudah kusut semua…

Namun Johan masih tetap bergerak mengayunkan… pinggulnya maju mundur… beberapa menit kemudian Winda merasakan tubuh Johan mulai menegang dan… sepertinya ia akan klimaks.. Winda tau… Johan akan segera membasahi rahimnya…

“diek Win ka uda kalua-an dima, di dalam atau di lua (dik Win akan dikeluarkan di mana, dalam atau di luar)? Tanya Johan. Winda tidak sempat menggeleng atau mengiyakan. Tubuhnya masih terlonjak-lonjak dalam hunjaman Johan… saat bergerak memompa naik turun dan …

Sambil mendengus Johan menekankan pinggulnya sedalam mungkin, merasakan lecutan birahinya melambung dan akhirnya materi kental itu memancur keras membasahi seluruh permukaan dalam kewanitaan Winda. Terasa hangat… Untunglah Winda masih ingat bahwa saat itu ia masih menggunakan kontrasepsi sehingga tidak terlalu kuatir… Johan rebah menggelosoh di atas tubuh telanjang wanita muda itu. Bobotnya amat berat sehingga Winda harus memiringkan tubuhnya menyebabkan tubuh Johan meluncur turun terbaring di sisinya. Winda memejamkan matanya merasa bersalah dan menyesal. namun segera hilang oleh rasa puas yang datang. Tubuhnya amat capai…

Windapun meraih selimut dan menutupkan pada tubuh telanjangnya. Karena merasa malam itu sangat dingin meski hujan tak turun. Berdua mereka tidur di ranjang yang telah kusut itu hingga pagi harinya.

Pagi harinya Winda heran kenapa tak merasakan adanya penyesalan yang dalam pada dirinya malah semakin suka kepada Johan sehingga membuatnya menelpon kepada suaminya di Padang untuk tak bisa kembali dalam minggu itu karena ada urusan kantor yang harus di selesaikannya. Lagi pula ia merasa kuatir jika pulang ke Padang dapat dipastikan suaminya saat meminta berhubungan badan akan mengetahui perbuatan mereka di karenakan di seluruhnya masih ada jejak-jejak memerah di dada dan leher akibat persetubuhan mereka yang bergelora malam itu.

Malam Jumat itu Winda telah jatuh dalam pelukan dan takluk pada keperkasaan Johan di atas ranjang. Ya.., semalaman mereka berhubungan hingga pagi.

Pagi hari Johan bangun terlebih dahulu, meninggalkan Winda masih terlelap di ranjang yang telah acak-acakan tersebut. Saat Winda bangun ada sedikit rasa sesal di hatinya, selangkangannya terasa sedikit nyilu. Masih tertera dalam benaknya bagaimana perlakuan Johan pada setiap sudut tubuhnya, terutama saat-saat penetrasi yang dramatis. Pagi Jumat itu Winda mandi sebersih-bersihnya, berusaha agar jejak - jejak di tubuhnya hilang. Ya.., Winda kuatir jika jejak-jejak itu akan terlihat. Jejaknya mungkin bisa hilang, tapi nikmatnya tidak akan pernah hilang, juga sprei tempat tidurnya direndamnya juga..

Winda masuk kantor pagi Jumat itu seperti biasanya. Dari kantor Winda menelepon ke Padang memberi tahu suaminya bahwa ia tidak bisa pulang, ada urusan kantor yang harus di bereskan, demikian alasannya. Winda berbohong, berusaha untuk mendapatkan tengat waktu yang cukup untuk menghilangkan jejak memerah di tubuhnya dan mencari penyelamatan diri dari perselingkuhan yang tidak dihendakinya itu

Di kantor seperti biasa, Winda menyelesaikan dengan baik seluruh pekerjaannya hingga sekitar jam setengah 5 sore Jumat itu. Segera ia pulang. Sesampai di rumah wanita berkulit putih itu langsung menuju kamar mandi, mencuci pakaian dan sprei yang telah ia rendam pagi itu. Dan setelahnya langsung mandi. Winda saat itu mengenakan kaos bertangan panjang, dan celana panjang santai berwarna hijau muda berikut penutup kepala seperti biasa, Terlihat segar dan cantik ia sore itu.

Kembali di dalam rumah paviliunnya itu Winda berkutat di dapur memasak untuk dirinya sendiri. Lalu membereskan kamarnya, merapikan semua yang dianggapnya tidak pada tempatnya.

Senja itu sekitar pukul 6 sore. Itu Johan datang. Tanpa bicara sepatahpun langsung ia menuju rumah induk dan terdengar mandi. Mengenakan kemeja panjang, sesaat kemudian Johan mendatangi wanita muda yang tengah duduk di ruang tamu pavilion kamarnya itu. Sambil berdiri di pintu ia bertanya pada Winda

“Winda , indak pulang ka Padang (Winda, pulang ke Padang gak)”?.
“Ma bisa Winda pulang… (mana bisa Winda pulang)..”, sambil berdiri di pintu paviliun Winda sewot menjawab.
“Winda alun siap ka Padang, takuik pado kasalahan malam kapatang (Winda belum siap ke Padang masih takut pada kesalahan yang terjadi malam kemaren)” tambah wanita bertubuh sintal itu…
“Di badan ko panuah jajak pa-buek-an uda.. (di tubuh ini penuh jejak perbuatan abang)”
“Apolai jikok uda Winda mintak jatah, bisa kiamat beko (apalagi jika suami Winda minta, jatah bisa kiamat)” ujar wanita muda tersebut menerangkan.

Johan hanya tersenyum dan duduk di sebelah kanan Winda. Lalu ia berkata.

“Uda ka pai ka Medan malam ‘ko (Abang mau pergi ke Medan malam itu)”.
” Untuk 3 hari se nyo (untuk 3 hari)” tambahnya. Kemudian dia meraih jemari wanita muda tersebut.
” Uda sayang bana ka Winda (abang sangat menyayangi Winda)” Winda diam saja, merasa percuma untuk menolak karena sudah tidak ada lagi yang perlu ia pertahankan, sebab hubungan yang tercipta diantara mereka sudah tak ada batas lagi sejak malam Jumat yang bergelora kemaren.

Johan berjalan menghampiri Winda yang duduk dengan tangan masih berada di pangkuannya, memandang mata memandang kedepan, menerawangnya. Mengajaknya agar duduk di sebelah kirinya. Lebih dekat pada sofa di ruangan itu. Kedua tangan Johan berada berada pada bahu kiri Winda, perlahan lelaki itu mendekatkan wajahnya, dan mulai mengecup. Bibir berkumisnya berlabuh pada kening wanita bertubuh sintal itu. Winda diam membiarkan saja, bibir berkumis tersebut meluncur turun di sepanjang pipi halusnya sambil tak henti mengecup pipi sebelah kiri tersebut, dari dahinya menuju dagu yang lancip, naik keatas menemukan kedua bibir lembut wanita muda dan langsung melumat

Beberapa saat Winda membiarkan dan menerima saja perlakuan Johan pada bibirnya itu. Lelaki gagah itu kini menjulurkan lidahnya, menyelusuri permukaan lembut bibir Winda mili demi mili, mendesak kedua bibir tersebut agar memberikan jalan, meyelusuri setiap permukaan gusi dengan lembut dan perlahan. Kedua bibir wanita muda tersebut membuka dengan perlahan, iapun terus mengulum rongga mulutnya beberapa saat hingga Winda tergerak membalasnya, mulai menghisap.. dan kedua tangannya dengan nakal menjamah dada Winda yang saat itu masih berpakaian lengkap. Winda menengadahkan kepalanya menyambut dengan sukacita. Tubuhnya mulai bersandar ke bahu lelaki tersebut. Winda mengikuti saja… tindakannya tubuhnya mengeliat-geliat dalam geli yang memabukkan.

Lalu diapun melepaskan pagutan pada bibirnya. Johan berdiri melangkah ke arah pintu, menutupnya dan kembali kearah wanita muda tersebut. Ditariknya tangan kanan Winda untuk masuk kamarnya. Dalam cahaya lampu yang terang Winda tak sedikitpun berusaha menolak. Merebahkan Winda di ranjang biru muda dalam kamarnya, terlentang, lalu melepaskan busana Winda termasuk pakaian dalamnya yang berwarna putih, juga pakaian yang dikenakannya termasuk pakaian dalam biru tuanya yang membungkus pertemuan pahanya. dengan cepat tergesa-gesa sekali.., melemparkan semuanya di lantai. Winda hanya memandang dengan nafas yang mulai tak teratur. Ada ketakutan dan keinginan kuat yang bercampur Winda tau Johan ingin melakukannya lagi seperti juga keinginannya juga. Masih terpatri kuat dalam benaknya kejadian malam sebelumnya yang sangat melenakannya…. Winda terlentang pasrah, tubuh Johan mulai menindih, dan kedua kaki wanita muda itu di bukanya. Winda yang tengah memeluk bahu lelaki itu, tak sadari saat ia telah memasukkan kejantanannya pada kewanitaan Winda. Hanya rasa nyilu terbit dari pertemuan pahanya, tubuhnya terlonjak kekiri dan kekanan. Lelaki itu bergerak perlahan, menghunjamkan pinggulnya pada pertemuan kedua paha Winda yang kedua kakinya terbuka lebar.., dengan tempo yang teratur. Pinggul wanita muda itu menyentak keatas, menyambutnya, menjemput hunjaman batang kokoh tersebut… hingga akhirnya Johan menghunjam dengan kuat, mendesakkan kejantanannya se dalam-dalamnya, menggeram, dan mencapai klimaks. Melepaskan semuanya didalam tubuh wanita muda itu. Lalu tubuhnya jatuh masih diatas tubuh wanita berkulit putih tersebut… Padahal Winda belum apa - apa. Setelah ia sampai klimaks iapun berdiri mengenakan pakaiannya kembali, menjauh darinya masih dalam kamar tersebut.

” Uda ka pai ka Medan, jadi tadi itu adolah raso nan ndak uda sampaikan ka Winda (Abang akan ke Medan jadi tadi itu adalah rasa yang ingin abang sampaikan pada Winda)”, ucap Johan.
” Uda minta maaf, uda tau Winda alun apo-apo, lain wakatu uda ndak mamuehkan diek Winda (abang minta maaf, abang tau Winda belum apa- apa, lain kali abang akan memuaskan dik Win)”, tambah lelaki berkulit gelap tersebut. Winda merasa aneh, Johan malah minta maaf karena persetubuhan itu hanya memuaskan satu pihak saja. Johan minta izin berangkat malam itu kira - kira jam 9 malam. Malam itu Winda tinggal sendiri di kamarnya, ada rasa kecewa karena Winda merasa hanya jadi sarana pelampiasan nafsu Johan saja.

Dan Sabtu itu Winda tetap di rumah saja, karena Johan ke Medan selama 3 hari. Merapikan rumah, dan membereskan pakaian untuk bekerjanya Senin nanti. Jam 10 pagi suaminya telpon. bahwa dia dan anaknya akan ke Bukittinggi hari Sabtu itu sekalian singgah di tempatnya. Suaminya datang sekitar jam 3 sore dengan mobil mereka di tempatnya bersama anaknya berikut mertua Winda. Seharian itu Winda asyik dengan anak dan suaminya… jalan - jalan di daerah itu. Tak sedikitpun ada kesempatan atau waktu bagi wanita muda tersebut dan suaminya untuk dapat sedikit bermesraan dan berhubungan layaknya suami istri. Minggu sore sekitar jam jam 5 sore suaminya pulang ke Padang. Windapun kembali larut dengan rutinitasnya..

Saat itu Winda baru pulang dari kantor sekitar jam 5 sore. Masih sendirian dia karena kakaknya Johan masih belum pulang Winda pun mandi membersihkan badannya, karena capai seharian kerja. Selasa malam itu Johan pulang. Dia pun langsung ke rumah dan mandi. Saat itu Winda mengenakan kimono tidur berikut penutup kepala seperti biasa dan celana panjang bermotif bunga. Mengenakan pakai celana pendek dan hanya kaos kutang Johan lalu menemui Winda di kamarnya dan minta Winda menemaninya makan, di dalam rumah kakaknya sebab saat itu ia membawa oleh - oleh makanan yang ia beli di jalan. Winda yang merasakan lapar akhirnya mau menemaninya makan senja itu.

” Win, uda bali nasi jo gulai kambiang di tampek langganan, lamak mah, kawani uda makan yo (Win, abang, beli nasi dengan gulai kambing di tempat langganan, ini enak Win, kawani abang makan ya)?”,kata Johan. Winda menurut saja dan menyajikan makanan itu untuk mereka makan malam itu. Setelah makan Winda merasakan makanan amat kentara panasnya,maklum gulai kambing.. pikirnya tubuhnya memanas peluhnya keluar .hingga keningnya basah, Johan juga begitu.

Setelah makan saat itu mereka duduk berhadapan, masih di dalam rumah itu. Winda menceritakan tentang kedatangan suaminya hari Sabtu itu kepada Johan. Johan hanya tersenyum simpul dan tidak sedikitpun merasa iri atau cemburu mendengar penuturan wanita muda berkulit putih itu. Kemudian ia berdiri dan meraih tangan kanan Winda dan menariknya kearah kamarnya. Winda agak keberatan, berusaha melepaskan tangannya karena tak terbiasa

” Ado apo kok Winda di bao ka siko da (ada apa kok Winda di bawa kesini)?, tanya Winda jengah.
” Ado sasuatu untuak Winda (ada sesuatu buat Winda)” jawabnya…

Winda dengan sedikit menahan diri melangkah ke kamar yang terletak di sebelah kiri terpisah dari rumah induk berlantai kayu itu dengan bergandengan tangan. Winda dimintanya duduk di tepian kasur spring bed dalam kamar itu, kakinya menjuntai. Winda duduk saja mengikuti permintaannya karena Johan memohon dengan amat sangat, tak terbersit sedikitpun akan hal- hal yang dapat terjadi pada benak wanita cantik tersebut, menurut saja. Springbednya 1 lapis saja sudah lusuh dan jarang dicuci sepertinya. Juga bau rokok dan minuman terbersit pada hidung wanita bertubuh sintal itu. Winda memaklumi kamarnya yang agak jorok dan di sana sini banyak puntung rokok dan botol - botol minuman..

Kemudian Johan memgeluarkan sesuatu dari dalam laci meja di kamarnya berbentuk kotak berwarna hitam. Rupanya ia baru saja membeli sebuah kalung berwarna seperti emas putih. Winda merasa tersanjung atas sikapnya itu dan merasa terpuji..

“Iko hadiah (ini hadiah)” katanya.
” Uda mintak Winda mamakainyo kini juo (Abang minta Winda mau memakainya sekarang juga)” pintanya. Winda berusaha menolak
“Indak usahlah da..malu…” katanya dengan tersipu-sipu. dan merasa tidak ingin memakainya namun Johan yang saat itu berdiri di depannya terus memaksa. Akhirnya dengan terpaksa, Winda membiarkan lelaki itu bergerak kebelakang untuk melepaskan kalung itu yang tengah dipakainya. Winda menurut membiarkan, malah membantunya. Johan melepas penutup kepala Winda yang kemudian di letakkannya dia atas ranjang, serta melepas kalung yang selama itu membelit di lehernya. kemudian memberikan kalung yang selama ini Winda kenakan ketangan Winda, dan memasangkannya kalung berwarna putih itu pada leher mulusnya dari arah belakang, dan mulai saat itu Winda memakai kalung pemberian Johan.

Setelah kalung putih tersebut terpakai, Johan mulai menciumi dan mengelus tengkuk sebelah kanannya. Tangan satunya merangkul pinggang Winda dari belakang. Winda merinding, kepalanya menunduk karena geli, Winda berusaha menolakkan kepala Johan dengan tangan kanannya namun Johan terus saja menciumi tengkuknya, Winda kegelian dan Johan tak juga berhenti, sedangkan tangan kirinya sudah tidak berada di bahunya lagi, bergerak melalui ketiak ke depan, pada bukit padat yang membusung di dada Winda.

“Uhhh…..”Winda mengeluh merasakan gairahnya kembali terbit, lalu jemari kedua tangannya, memilin bukit padat yang membusung di dada Winda yang saat itu masih terbalut kimono dan pakaian dalamnya. Winda lalu berusaha melepas tangan Johan yang berada di dadanya, namun tidak bisa karena tenaganya lelaki tersebut kuat tak tergoyahkan! Hingga kancing kimono itu akhirnya dilepaskan Johan. Winda diam saja hingga pakaian tersebut jatuh ke lantai. Membaringkan tubuh sintal yang terbuka pada bagian depannya hingga pinggang itu di atas ranjang. Hanya dua buah cup berwarna hijau muda polos, berukuran 34b yang masih menutupi bukit padat yang membusung indah di dada pemiliknya.

Perlahan Johan menciumi belahan dada yamg memutih mulus itu, mata Winda memicing menikmati rasa geli yang timbul.

“Ahh..”rintih wanita muda tersebut tak henti-hentinya. Hingga akhirnya penutup dada Winda lepas dan membebaskan bukit padat di dada wanita muda itu bersentuhan dengan udara bebas. Johan membalikkan tubuh Winda menyamping, hingga mereka berhadapan. Tangannya meraih kebelakang, pengait penutup dada Winda dilepaskan berikut kimononya. Tak sedikitpun wanita muda tersebut berusaha melarang atau menolak, karena dirinyapun telah tak punya lagi yang harus dipertahankan. Saat itu pakaian atasnya sudah lepas, tubuh mulus memutih tersebut telanjang hingga pinggang. Pikirannya kosong Hanya tinggal celana panjang yang masih pada tempatnya. Kembali Johan membalikkan tubuh mulus itu menelentang, mulai berusaha menarik celana tersebut. Winda membiarkan saja menatap sendu pada wajah lelaki gagah tersebut. malah membantu mempermudah dengan mengangkat pinggul hingga pakaian dalam yang berukuran medium dan berwarna putih polos yang merupakan lembaran kain terakhirnyapun hingga meluncur turun pada kedua tungkai mulusnya dan lepas dilantai. Winda telanjang dan terkulai pasrah didera nafsunya yang mulai bergelora.

Johanpun berdiri, melepas semua kain yang melekat di tubuhnya, dalam tatapan pasrah Winda yang terlentang telanjang. Lalu rebah di samping kiri nya. Winda pun mulai menginginkannya, mungkin karena pengaruh makanan tadi membuat tubuhnya seakan amat panas bergairah. Johan bergerak ia terus membelai dari dada hingga pusat kewanitaannya. Jari tangan kanannya masuk ke dalam lepitan kewanitaan yang basah!!! dibantu oleh kedua kaki Winda yang membuka memberikan jalan… Winda hanya bisa menatap mata Johan.., menggeliat bak cacing kepanasan dan merintih

“Ohh...”. Lalu Johan berdiri dalam tatapan Winda pada punggungnya dia dan mengambil sebuah botol berwarna hitam yang terletak di atas lemarinya. dan kembali duduk di samping kiri wanita muda yang telah telanjang tersebut. Menuangkan isinya yang berwarna merah, keatas perutnya hingga dada dan lehernya amat wangi. Lalu ia menjilat cairan itu yang sudah tumpah di atas kulit perut dan noktah pusarnya hingga leher, ada rasa geli dingin dan gairah yang Winda rasakan dalam sinar lampu kamar yang saat itu terang benderang. Ia menjilatnya hingga tandas, lalu kepala Johan turun, meluncur kearah kewanitaannya, tubuhnya kembali berada di lantai, dengan kedua tangan tak henti-hentinya menggeluti bukit padat pada dada wanita bertubuh sintal tersebut.. Spontan kedua kaki Winda membuka, dirinya terangsang hebat..

Saat dirinya yang diam menikmati, Johanpun membuka kewanitaan Winda dengan jemari tangan kanannya, lalu menjilatnya dengan lidahnya yang terasa kasar. Wanita bertubuh mulus itu hanya bisa menggeliat dan merintih-rintih. Winda memiringkan tubuh karena nikmat dan geli yang dirasakan bersamaan. menarik kepala lelaki itu. Dengan intens lidah Johan…. terus bermain di liang kewanitaan wanita bertubuh sintal tersebut, memggelitiki bagian lembut yang memerah muda dan telah badah itu. Tampaknya ia amat ingin menyempurnakan dan menuntaskan gairah yang makin membulak-bulak yang melanda tubuh sintal itu.., beberapa saat kemudian Winda… orgasme…!!! Tubuhnya mengejang.., pinggulnya menelikung keatas sambil merintih dengan keras. Saat itu Winda hanya bisa memicingkan mata kejang,.. dan merintih.. , semua cairan kewanitaan miliknya dihisap Johan…!!!

Johan bangkit .lalu ia memandang wanita sintal yang terbaring bersimbah keringat. Tangannya yang berbulu kekar membuka kedua kaki Winda yang mulai merapat kembali, lalu meraih tangan kanan Winda dengan tangan kanannya, tiba-tiba saja Winda merasakan.. menyentuh dan memegang.. sebuah tonggak yang kuat. Dirinya kaget, rupanya Johan menarik tangan wanita muda itu agar memegang batang kejantanannya yang kokoh. Winda takjub karena ukurannya yang luarbiasa.. Karena agak takut dilepaskannya kembali. Namun Johan dengan cepat menarik tangan wanita berkulit putih itu agar kembali memegangnya. Winda menggenggamnya sambil memandang ke wajah lelaki yang terbaring di sampingnya dengan rasa kuatir takut akan menyakitinya.., beberapa saat kemudian Winda melepaskannya kembali

Lalu Johan merangkak di atas tubuhnya yang telah lemas dan telentang. Kedua kaki wanita muda di di bukanya dan ia berjongkok memposisikan kejantanannya dengan tangan kanannya tepat pada lepitan basahnya. Menggesek-gesekkannya seperti kebiasaannya, Windapun turut bergerak, menggeser pinggulnya agar ujung membola batang kokoh itu tepat pada lepitan kewanitaannya. Winda memicingkan mata yang ada hanya perasaan geli dan ingin cepat - cepat di masuki saja Lalu batang kaku itu masuk pelan pelan dengan lancar, awalnya geli, basah dan sebentuk benda hidup masuk.., sudah tidak sakit lagi!!!

“Uhh..”rintih Winda. Tubuh Winda terlonjak saat langsung mentok..! Kedua kakinya tetap terbuka. Kembali seluruh tubuh wanita itu di eksplorasi Johan dengan tangannya hingga Winda merasa sangat amat bergairah. Sedang kedua tangan wanita muda bertubuh sintal itu di bukanya dan jari merekapun saling mengenggam .di samping bahu telanjang wanita muda itu. Lidahnya menggigit dan menjilati bukit padat berikut puncaknya di dada wanita berkulit putih tersebut perlahan. Bergantian sebelah kiri dan kanan . Lalu… lelaki itu bergerak menarik pinggulnya perlahan, sehingga lepitan kewanitan Winda seperti tertarik keluar dan sebaliknya saat batang kokoh tersebut menusuk ke dalam. Kepala wanita muda terlempar ke kiri dan ke kanan saking nikmatnya rasa yang menderanya. Pinggul padatnya bergerak menyambut dengan memutar di bawah karena terangsang hebat aliran strum birahi dan sesekali menyentak keatas ke bawah pada setiap hujamannya.

“Ahh...”klimaks kembali menghampiri wanita muda tersebut. Ada rasa seperti tersengat listrik…, tubuhnya melengkung keatas dan kedua kakinya menjepit pinggangnya di belakang. Seluruh tubuhnya mengeletar dengan pinggul yang bergerak liar. Winda ingin ia berlama lama dan tak cepat klimaks. Kewanitaannya ber denyut-denyut seolah menjepit merapat dengan kuat. Membuat Johan amat bernafsu sekali dan bergerak makin cepat. Saat itu yang membuat Winda merasa takjup saat Johan memompa itu amatlah kuat, iramanya perlahan dengan batang kejantanannya yang kokoh tak henti menghunjam dan hingga beberapa kali dan kira - kira 15 menit kemudian itu Johan semakin cepat dan menumpahkan spermanya sambil menggeram Ada rasa hangat tumpah dalam kewanitaannya.., di rahimnya.

Johanpun mendiamkan kejantanannya di dalam beberapa saat Lalu menggelosoh kesamping.. Kepuasan terpancar pada wajah wanita muda tersebut. Semburat memerah terbit pada wajahnya. Berpelukan mereka terbaring dia tas ranjang yang telah basah dan acak-acakan tersebut. Winda terpejam dan merasa hangat pada kewanitaannya. Winda puas

Kemudian Johan berdiri dan melangkah masuk kekamar mandi. Winda hanya memandang, terlentang dan telanjang dengan kaki masih terbuka, yang ada dalam pikiran saat itu hanya rasa lepas, puas dan tubuh capai, kehabisan tenaga dan daya.

Rupanya ia baru saja mandi, saat Winda melihatnya keluar dari kamar mandi dengan berlilitkan handuk pada pinggangnya. Johanpun lantas meminta Winda untuk membersihkan diri di kamar mandi itu. Windapun menurut dan beranjak ke kamar mandi, telanjang

Dalam kamar mandi itu Winda mengguyur tubuhnya dengan air dingin, segar sekali rasanya. Sewaktu menyabuni tak sedikitpun terbayangkan perlakuan Johan sebelumnya pada bagian - bagian tubuh mulusnya, yang penting tubuhnya bersih dan tidak ada keringat ataupun sisa bau tubuh Johan.

Lalu Winda melongok ke luar kamar mandi Winda meminta handuk untuk menutupi tubuh telanjangnya yang telah segar. Johan mendekat memberikan handuk yang ia pakai, untuk menutupi dan mengeringkan tubuh wanita muda yang basah setelah mandi. Winda melangkah keluar dari kamar mandi dengan menakai handuk yang berwarna biru muda, agak kotor dan bau, mungkin jarang di cuci, namun Winda tidak mempunyai pilihan.

Di kamar Winda pun kembali mencari cari untuk mengenakan pakaian dalamnya namun tidak ada dan Winda bertanya. Akhirnya carik segitiga itu dapat di temukan Johan tergeletak di sudut ranjang-nya. Winda tidak sadar bahwa benda kecil itu tadinya terlempar oleh perbuatan mereka berdua. Johan berdiri mendekati di depan Winda. Winda berusaha merebut kain segitiga penutup pertemuan pahanya dari tangan Johan. Sambil bercanda Johan melemparkan benda itu ke atas ranjang. Winda bergerak cepat meraihnya, hampir dapat namun tak di duganya handuk yang melilit tubuh sintalnya terlepas dari tubuhnya.

“ ah.. ah.. uda (aw ah.. ah.. abang)”, Winda menjerit manja. Winda kembali telanjang, berusaha menutup pertemuan pahanya dengan tangannya. Johan yang telah mengenakan celana dalam itu kembali memeluknya. Winda langsung terjerembab jatuh ke atas ranjang itu diikuti tubuh lelaki dan langsung ditindih oleh tubuh besarnya yang masih lembab sehabis mandi.

Johan berusaha menciumi bibir wanita menggairahkan tersebut. Winda yang gelagapan tak menduganya menerima perlakuannya itu sehingga mereka saling kulum. Saat itu Winda pun tidak mau kalah, membalas setiap hisapan lidah Johan Sementara kedua tangan berada di samping kepala Winda, sedangkan naluriah tangan Winda mendekap bahunya. Di bawah, Winda hanya bisa membalas perlakuan bibir dan lidah Johan, meskipun kedua kakinya telah membuka, menempatkan tubuh Johan diantaranya.

Tangan kirinya lalu meraih bukit padat membulat di dada Winda dan meremasnya, bibir berkumis lelaki itupun ikut andil dengan memberi gigitan kecil pada bukit padat yang membusung pada bagian kanan sehingga Winda mulai bernafsu lagi dan mengikuti tindakan Lelaki itu serta dan membalasnya.. Tangan kiri Johan lalu menyelusuri perut turun kearah bawah pusar menemukan gundukan hangat kewanitaan Winda, dan jarinya masuk kedalam..!! Winda semakin tidak karuan, Winda sudah mulai basah, gejolak tubuhnya sudah menegang, mendesah semakin menjulang, tubuh Johan turun, membuat rasa basahnya semakin menjadi - jadi saat kepala Johan ikut turun, menjilat seluruh isi kewanitaannya. Winda tentu saja menjepit kepalanya karena rasa geli.., gairah.., dan rasa yang seakan meledak di dalam tubuhnya sementara kedua tangannya berada pada kepala lelaki tersebut, menarik dan menjambak rambutnya..!! Winda mendengus,

“Mnnnh ah mm ughmm”, Winda mulai merasakan ada aliran basah mengalir dari dalam kewanitaannya.

Kemudian Johan bangkit dan berdiri, memposisikan tubuhnya sejajar diatas tubuh indah wanita muda tersebut. Tubuhmya telah telanjang juga . Rupanya saat melakukan rangsangan pada Winda, Johan juga melucuti pakaian dalamnya sendiri. Dengan kedua tangannya diraihnya kedua kaki wanita muda itu dan membukanya, sementara Winda hanya bisa memegang dengan erat kain sprei… Johan mengarahkan batang kokoh kejantanannya, bersiap memasuki tubuh wanita muda yang telah terkangkang pasrah itu. Winda tak berani memandang ke bawah dan hanya menatap ke samping karena agak malu, kuatir dan jengah… Perlahan Winda merasakan sebentuk batang yang kokoh tengah memasuki tubuhnya di bawah. Wanita muda itu menggigit bibir bawahnya karena dirasakannya masih terasa seret dan nyilu. Tak dapat lagi ia hentikan karena telah mulai masuk.., rasanya panas dan kaku..! Lelaki itu bergerak memajukan pinggulnya, mendorong batang tegangnya hingga masuk semuanya..

“Ou… uhh..” erang Winda saat batang tegang yang kaku itu amblas terbenam... tubuhnya menggila matanya memicing… dengan tangan mencengkeram sprei. Winda tau keseluruhan batang tegang Johan telah terbenam amblas dalam kewanitannya saat terasa selangkangan lelaki itu saat berbenturan dengan pertemuan kedua paha Winda. Johan diam beberapa saat. Perlahan ditariknya kembali. Terasa lepitan kewanitannya tertarik kembali. Saat Winda mulai merasakan nyaman pada kewanitaannya dengan batang tegang itu didalamnya. Winda mendesah keras,

“Ouhh....” Baru beberapa senti kira-kira seperempat bagian yang keluar Johan mendorong pinggulnya lagi, sangat perlahan..! hingga mentok, rasanya hangat, masih ada sedikit rasa tebal dan nyilu...¦!!

Johan menarik kembali lagi beberapa saat hingga berulang- ulang, Gerakan Johan semakin cepat,

“Uu...auuu... ugh.. ugh...” Winda mendesah dengan cepat. Meski tanpa ada gerakan berarti dari tubuh wanita muda bertubuh indah itu karena sudah merasa capai dan otot pinggulnya serasa kaku, ia sangat menikmati persetubuhan ini. Winda menjadi agak malu karena saat Johan bergerak memacu pinggulnya itu terdengar ada kecipak bunyi - bunyian pada pertemuan kedua selangkangan mereka yang telah basah oleh keringat. Hingga sekarang Winda masih merasa malu pada dirinya sendiri apabila mengingat itu.

Beberapa saat kemudian Winda mengerang keras dengan serak, matanya terpejam dan meledak.. tubuhnya menegang kejang.., melentingkan punggungnya keatas bak ulat tertusuk duri, menjepit ketat pinggul Johan dengan kedua kakinya yang saling berkait di belakang Bagian dalam kewanitannya kembali berkedut-kedut. Jiwanya serasa ringan, terbang melayang... lalu terkulai.. capai..

“Ohh... ahhhhhh... addduhh...duhh”

Johan masih terus bergerak, menghujamkan batang tegangnya pada kelembutan basah kewanitaan Winda tak berhenti... malah semakin cepat..!!! Winda sudah sangat lemah saat itu, hanya terlentang, terkangkang pasrah. Kedua tangannya tergolek tidak berdaya memegang apapun. Hanya suara kecipak pertemuan kelamin mereka saja dan nafas Johan yang memburu riuh terdengar dalam ruangan itu. Tidak lama kemudian Johan dengan cepat menyusul. Seraya menggeram ia menyentakan pinggulnya ke bawah dengan kuat membuat pinggul wanita muda itu terbenam dalam kelembutan ranjang, menyemburkan cairan kental yang hangat miliknya di dalam kewanitaan Winda. Dan iapun rebah lagi diatas tubuh wanita bertubuh sintal itu beberapa saat, lalu menggelosoh ke samping Winda..

Jam 2 malam itu juga Winda meminta di antar kembali ke kamarnya namun Johan memaksanya tidur di situ.

“Da... Winda.. ka kamar malam iko yo (bang Winda..kekamar malam ini ya..),
“Beko Uni uda pulang baa pulo? Bisa gawat da (nanti kakak abang pulang gimana? bisa gawat bang..)”.kata Winda tetap ngotot. Winda takut jika tiba-tiba kakaknya pulang sedangkan Winda berada di dalam kamar adiknya.
” Kan Winda masiah latiah, disiko sajo lah. Uni pulangnyo indak mungkin malam ko (kan Winda masih letih, disini sajalah, kakakku pulangnya gak mungkin malam ini koq)”, sahut Johan.
“Winda indak namuah lalok disiko, kalau di caliak urang lain tantang awak apo pulo katonyo beko (Winda tidak mau tidur disini, nanti jika dilihat orang lain tentang kita bagaimana)?”, kata Winda menerangkan.

Dengan berat hati dan malas-malasan Winda melangkah diantar Johan ke kamarnya, meski tidak terlalu jauh. Dan untungnya jalan menuju kamarnya lampunya tidak ada sehingga tidak akan ada orang yang tau. Saat sampai di pintu paviliunnyanya. Winda masuk tetapi dengan nakal tangan Johan masih sempat meraih dada membusung Winda yang langsung menepisnya. Saking lelahnya Winda tidak teliti sehingga penutup segitiga pakaian dalamnya masih tertinggal di kamar Johan. Winda berbisik pada Johan,

“Da, sarawa Winda lupo…, (bang pakaian dalam Winda lupa di pakai)”dengan tersenyum Johan berkata,
“Bisuak lah uda anta-an, maleh bulak baliak (besok abang antarkan, malas bolak balik). Begitu tau Winda tidak mengenakan pakaian dalamnya, tangan Johan lansung meraih ke bawah, berusaha meraba kewanitaannya yang tertutup pakaian tidur.
” Malu da, iko kan dilua (malu ini kan diluar bang..)”, kata Winda

Winda kemudian mencuci muka dan berbaring. Langsung ia tertidur karena kelelahan yang amat sangat akibat persetubuhan tadi. Dan esok nya kembali bekerja seperti biasa. Winda juga sudah lupa pakaian dalamnya yang tertinggal di kamar Johan. Setelah dia mengatakan akan menyimpannya di tempat yang aman. Winda tidak kuatir lagi..